Apa yang ada di benak Anda bila mendengar kata tambang? Tentu soal pengerukan kekayaan alam secara masif demi keuntungan pemegang saham.
Baru-baru ini berita tentang pertambangan juga mengguncang isu nasional. Misalnya kasus Freeport yang dianggap lebih menjurus ke kasus politis terkait Papa Minta Saham.
Kasus tersebut mampu mendesak Ketua DPR Setya Novanto lengser dan beberapa hari kemudian, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mundur.
Kasus penambangan di Tanah Air begitu pelik. Apalagi terkait pengelolaan lingkungan. Inilah yang memicu Papua ingin merdeka.
Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3 menyebutkan, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Nah, bagaimana dengan kasus tambang lainnya di Indonesia? Kasus mirip juga terjadi pada PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT). Perusahaan tambang tembaga dengan mineral ikutan emas ini memiliki penambangan di Tambang Batu Hijau. Newmont dan Sumitomo bertindak sebagai operator PTNNT yang melakukan penambangan di Batu Hijau itu.
Kasus terbaru, PT Newmont Nusa Tenggara dinilai membuang limbah pelumas bekas meski pihak Newmont telah membantahnya. Inilah yang harus dijelaskan pihak penambang. Limbah-limbah seperti inilah yang mengganggu keberlangsungan lingkungan areal penambangan ke depan.
Mungkin hari ini kita tidak merasakan. Namun lebih dari 10 tahun ke depan, areal sekitar penambangan ini juga masih dihuni anak cucu kita.
PT Newmont Nusa Tenggara sebagai salah satu aset bangsa perlu lebih mengampanyekan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sekaligus menjabarkan bisnis perusahaan ke seluruh masyarakat. Ini akan membuktikan PTNNT lebih memedulikan bangsa dan negara atau hanya demi pemegang saham semata.
via didikpurwanto.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar