Jumat, 21 Maret 2008

Museum Kartun di Kuta


Museum Kartun pertama di Asia Tenggara kini hadir di Kuta. Jadi bagi Anda yang suka kartun dan sedang ada di Bali, tidak ada salahnya berkunjung ke museum ini.

Museum kartun pertama di Indonesia dan juga di Asia Tenggara ini terletak di Jalan Sunset Road, Kuta, bali. Menempati lahan seluas 1600 meter persegi, museum ini memajang sekitar 200 karya kartun dari puluhan kartunis Indonesia.

Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp. 20 ribu, di museum ini para pengunjung dapat melihat aneka jenis kartun karya beberapa kartunis seperti Pramono R Pramoedjo, GM Sudarta, Dwi Koendoro, Jango Paramartha, hingga beberapa kartunis muda bertalenta tinggi lainnya.

Kartun yang dipajang amat bervariasi. Tema yang dipilih pun beragam, mulai yang bertema ringan hingga bertema serius seperti pemberantasan korupsi, illegal loging, hingga kartun bom bali satu. “Kartunnya bagus-bagus dan bervariasi. Meski lucu-lucu, apa yang ingin disampaikan kartunis sudah mengena,” kata Arum, salah seorang pengunjung museum kartun.

Selain menampilkan aneka peristiwa sejarah Indonesia dalam bentuk kartun, di museum ini para pengunjung juga dapat melihat aneka kartun para tokoh di Indonesia mulai presiden pertama Indonesia Soekarno, mantan presiden Soeharto, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga tokoh perjuangan hak buruh, Marsinah.
Selain para tokoh dalam negeri, di museum ini juga dapat dilihat kartun para tokoh dunia mulai Osama Bin Laden, Aung San Su Kyi, presiden Amerika Serikat yang doyan perang George Bush, pemimpin Libya Mohamar Khadafi, hingga mantan presiden Irak Saddam Husein. “Secara umum, kartun yang dipajang di museum ini menceritakan perjalanan sejarah kartun di Indonesia dan peran kartunis serta karyanya dalam sejarah bangsa Indonesia dan juga dunia. Selain itu, karya yang ditampilkan juga menampilkan kehidupan kreatif para kartunis,” jelas Dewan Kartun Museum Kartun Indonesia, Pramono Pramoedjo. “Tujuan yang ingin kita capai dari pendirian museum ini adalah agar kartunis dan karyanya bisa sejajar dengan pelukis dan karya lukisnya. Karya kartun tidak kalah pentingnya dengan karya lukis,” tambah Pramono seperti dikutip dari sini.

Kampung Muslim Kepaon Bali

Jalan-jalan ke Bali tidak lengkap bila belum mengunjungi Kampung Islam Kepaon di Denpasar. Di sini ada beberapa kesenian yang sayang untuk dilewatkan.Begitu juga bangunan masjid Al Muhajirin yang dibangun di tengah-tengah kampung.


Kesenian yang dimaksud adalah Rodat. Di sini ada beberapa pemuda dengan pakaian mencolok. Baju lengan panjang warna biru, dilengkapi embel-embel atribut macam kepangkatan militer kerajaan Eropa. Atau kostum kerajaan Nusantara pasca penjajah Eropa. Bak kostum mayoret dalam marching band, dua orang di antaranya mengenakan seragam warna cerah menyala, merah. Lengkap dengan sebilah pedang di pinggangnya.

Nampaknya, dua orang berpakaian merah ini bertindak selaku komandan. Mirip upacara kemiliteran. Sekejap kemudian, dengan diiringi sekan kendang, pemain rodat ini mulai bergerak menyusuri jalanan, menjemput bale suji sambil mengumandangkan salawat badar.

Sang komandan terlihat gagah berjalan paling depan, dengan menghunus sebilah pedang di tanganya. Kok bawa pedang segala? "Pedang itu sebagai simbol penegakan kebenaran dan memberantas yang salah," kata Abdul Ghoni, Ketua panitia perayaan Maulid Nabi di Kampung Islam Kepaon.

Setibanya di halaman masjid, personel rodat ini memperagakan beberapa gerakan pencak silat, yang tetap dirangkai dengan salawat badar. "Setiap salawat ada gerakannya sendiri," kata Abdullah, salah seorang personel kesenian ini. Menilik pakaian dan gerakan yang dimainkan, memang sulit dipungkiri bahwa gerakan maupun kostumnya menggambarkan pasukan perang jadul atau angkatan jaman dulu.

Ghoni mengatakan, rodat diambil dari kata rodoton atau raudatan, yang artinya taman. "Kalau ngomong taman, sudah tentu gambaran kami adalah-hal-hal yang indah. Makanya di acara Maulid Nabi ini kami ingin menonjolkan keindahan," papar Ghoni. Personel rodat sendiri diambilkan dari pemuda dan remaja masjid setempat.

Sedangkan jika dilihat dari sejarah, rodat dulunya memang jadi salah satu pasukan perang kerajaan Badung. Yang berasal dari Kampung Islam Kepaon. "Nama rodat ini dulunya pemberian Cokorda Pemecutan. Saat kami membantu bertempur melawan kerajaan Mengwi dan perang Puputan Badung," kata H. Ishak Ibrahim, salah seorang sesepuh Kampung Islam Kepaon.

Melihat dari sejarahnya, tak heran bila hubungan antara Puri Pemecutan dengan Kampung Islam Kepaon terjalin begitu harmonis, sangat erat. Bahkan, Cokorda Pemecutan sampai sekarang selalu hadir setiap kali ada kegiatan di Kampung Islam Kepaon saat peringatan Maulid Nabi. 

Beberapa tahun lalu, saat Cokorda Pemecutan tersandung kasus keluarga hingga ada yang meninggal dalam perkelahian, kesetiaan itu pun terlihat. Dan berlanjut ke persidangan. Warga Kepaon pun tak pernah absen memberi dukungan kepada rajanya.

Nah, seiring bergulirnya waktu, kesenian rodat di Kampung Islam Kepaon ini juga mulai mengalami pergeseran. Tidak lagi seperti pada awal mulanya dulu. Salah seorang tokoh masyarakat setempat, yakni H. Ahmad Jafar mengatakan, bahwa saat ini kesenian rodat sudah bercampur dengan budaya kesenian dari Padang, Sumatra Barat. "Kami di Kampung Islam Kepaon ini ada tiga suku besar yang menempati. Yaitu Bugis, Padang dan yang terakhir dari garis Puri Pemecutan," kata lelaki 61 tahun ini. Sedangkan kesenian Islam Kepaon lainnya yang hingga kini masih ada adalah kesenian hadrah.

Senin, 17 Maret 2008

Pria Metroseksual Tak Selalu Gay

Perawatan tubuh bukan hanya diminati kaum hawa. Kaum Adam yang biasa cuek terhadap penampilan pun mulai akrab dengan perawatan tubuh khas kaum wanita.

Dandan rapi, wangi, modis dan postur tubuh ideal menjadi ciri khas pria masa kini. Bahkan nongkrong di butik, fitness center dan salon bukan hal yang tabu bagi kaum Adam untuk memersolek diri.

Hal ini dialami Jo (23), mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Cowok jomblo asal Jakarta tersebut malah sering mengonsumsi kosmetik yang marak diperuntukkan untuk kaum pria. Misalnya parfum, cologne, minyak rambut, shampoo, pembersih muka dan kosmetik lain yang berlabel for men selalu laris manis diburu.

Baginya, perawatan yang kadang dianggap “nyleneh” oleh banyak orang tersebut hanya dianggap hal biasa. “Cewek-cewek sekarang malah senang dengan cowok yang rapi dan selalu merawat penampilan tubuhnya. Aku ingin menjadi salah satu di dalamnya. Tapi aku bukan gay lho,”ungkap penggemar Nagita Slavina ini.

Tak hanya perawatan pribadi, perawatan tubuh kaum yang disebut metroseksual tersebut makin menjamur di mall maupun menjadi bisnis baru kaum metropolis. Di Denpasar telah merebak butik, fitness center bahkan salon yang mengklaim for men bukan lagi for gentle.  Meski tidak hanya menyasar kaum metroseksual, pelanggan tempat tersebut mayoritas mengaku diri sebagai kaum pesolek yang peduli penampilan. “Saya kan juga ingin diperhatikan orang lain. Dengan cara ini asal tidak kemayu semoga akan menarik lawan jenis,”tuturnya.

Muslimin (27), hair draiser Theguh Wijaya Salon di Ramayana Bali Mall cukup banyak melayani kaum metroseksual terutama masalah tatanan rambut. Jenis potongan rambut paling digemari oleh kaum ini adalah jenis Mohawk, Jepang dan Cina. Tipe modis alias klimis pun banyak dicari oleh kaum dandy ini.”Rambut sebagai mahkota manusia juga menjadi penampilan tak terpisahkan dari keseluruhan penampilan badan. Banyak juga yang melakukan keramas, creambath maupun pewarnaan di sini,”ungkapnya yang sering melayani pria dari kalangan remaja sma, mahasiswa,  maupun eksekutif.

Begitu juga dengan kegiatan facial muka yang banyak dikunjungi lelaki pada akhir pekan. Lelaki banyak yang tidak percaya diri jika wajahnya penuh dengan jerawat ataupun komedo (bintik hitam di wajah). “Namun untuk perawatan seperti pedicure, medicure dan lulur masih sangat jarang dilakukan oleh para pria di sini. Mungkin karena malu dan lebih nyaman kalau memakai sendiri di rumah,”tambahnya.

Sumitro (35), pemilik fitness center di kawasan Teuku Umar Denpasar menyatakan pelanggannya makin bertambah. Meski mereka tidak pernah mengaku pria metroseksual, ciri-ciri pria pesolek tersebut telah menunjukkan identitas kaum metroseksual atau pria dengan yang memerhatikan penampilan. “Tahun kemarin hanya puluhan saja. Kini anggota fitness ini membludak lebih dari 10 kali lipat,”katanya.

 Di pusat perbelanjaan seperti Tiara Dewata Denpasar telah menyediakan rak khusus bagi alat kosmetik pria. “Kami hanya memfasilitasi produsen yang membuat varian khusus pria. Produk tersebut akhir-akhir ini makin ramai dicari pembeli,”ungkap Bapak R. Novie Setyo Utomo, manajer Tiara Dewata Denpasar.

Minggu, 16 Maret 2008

Sejarah Islam di Bali

Sejarah masuknya Islam di Bali sebenarnya sudah berabad-abad yang lalu. Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng), Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling (Karangasem). Atau, kampung muslim di Kepaon di Badung.

Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada umumnya. Yang membedakan hanya tempat ibadah saja. Bahkan di Desa Pegayaman, karena letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris, semua simbol-simbol adat Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara dengan baik. Begitu pula nama-nama anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai kata depan yang khas Bali.

Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja Buleleng, Badung dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.

Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis. Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan. Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana) hingga sekarang masih terjalin baik.

Konon, jika diantara warga muslim Kepaon terlibat gesekan-gesekan dengan komunitas lain, Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. "Mereka cukup disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan komunitas lain, Raja Pemecutan membelanya," ujar Shobib, aktivis Mesjid An Nur.

Di Denpasar, komunitas muslim juga dapat dijumpai di Kampung Kepaon, Pulau Serangan dan Kampung Jawa. Kampung Kepaon dan Serangan dihuni warga keturunan Bugis.

Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di Bali. Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka dijadikan prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah.

Di Pegayaman, sebagian warga muslim menambahkan nama Bali Wayan, Made, Nyoman dan Ketut pada nama-nama Islam mereka, seperti Wayan Abdullah, misalnya.

Tetapi ini hanya dalam tataran budaya. Untuk idiom-idiom yang menyangkut agama, mereka tidak mau kompromi dan ini membuat mereka tetap hidup.

Keturunan mereka yang menghuni kampung-kampung ini dengan damai, dan tetap menjaga nilai-nilai tradisi keislaman mereka secara utuh.

Keberadan komunitas muslim di Bali, ditandai adanya mesjid di lingkungan kampung mereka. Selain itu, rumah-rumah warga muslim tidak dilengkapi tempat untuk sesaji di depan rumah.

Beberapa kampung itu hanya contoh kecil bagaimana dulu, masyarakat Hindu dan Muslim serta agama lain bisa hidup berdampingan di Pulau Bali.

Orang Bali sendiri secara umum menyebut warga muslim dengan istilah selam. Istilah selam ini sudah sangat umum di Bali untuk menjelaskan tentang umat Islam.

Sama sekali tak ada konotasi negatif, apalagi penghinaan. Justru istilah ini mempertegas kerukunan karena dikaitkan dengan ikatan persaudaraan yang di Bali dikenal dengan istilah manyama-braya. Dalam kaitan manyama-braya ini umat Hindu melahirkan istilah nyama selam (saudara Islam) dan nyama Kristen (saudara Kristen).

Ketika Ramadhan datang, umat Hindu menghormati orang Islam yang berpuasa, dan pada saat berbuka puasa umat Hindu ada yang ngejot (memberikan dengan ikhlas) ketupat.

Apalagi saat Idul Fitri datang. Umat Hindu memberi buah-buahan kepada saudaranya yang muslim, sementara pada saat Galungan, umat Islam memberikan ketupat (minimal anyaman ketupat).

Rabu, 12 Maret 2008

Orang Baik di Jakarta

Hari-hari melelahkan mulai kujalani saat pertama kali di Jakarta... Kebetulan hari ini ada jadwal liputan ke Hotel Shangri-La di jalan Sudirman. Maklum karena ga tahu, jd pusing di depan gedung Bimantara. Mau cari taxi, ojek, angkot, bajaj atau jalan kaki??

Karena dah telat 1/2 jam, akhirnya aku naik ojek. Sempat gontok2an dgn tukang ojek di depan kantor, dbwh jembatan kereta api. "10rb, Bang,"jawabku ketus sambil menunjukkan ke jalan Sudirman.

Akhirnya sang ojek minta 13rb. Jalan dah. Aku melintas jalan Wahid Hasyim dan seterusnya, ga sempat ngeliat plang jalan. Pokoknya sempat lewat kolong jembatan jg termasuk gedung2 pencakar langit. Wuaaaahhh, panaaaaaaaaaaaaasss.

Sampe depan Shangri-La, aku menyodorkan uang 100rb."Ada kembalian, Bang??"tanyaku.
"Wah..kenapa Mas tadi ga tukar di warung dekat kantor??keluh tukang ojek yg mengaku bernama Bang Kumis.
Aku mencoba mencari di sekitar hotel, sampe satpam pun kuminta tukar uang. Nihil. Nyerah deh.
"Trus gmn, Bang??jawabku bingung.
"Gini aja, Mas aku kasih uang 50rb. Sisanya bisa diambil di depan kantor. Pan Mas kerja di SINDO kan?? apalagi saya adalah pemilik lahan parkir di depan kantor Mas,"sergah Bang Kumis.

Aku menggaruk kepala. Gmn ya?? Aq sempat ragu harus memberikan uang 100rb & hanya kembali 50rb. Ini berarti aku bayar ojek 50rb. Haaa???
"Tenang, Mas. Percaya deh ama Abang. Pokoknya ga akan gue bawa lari tuh duit," jawabnya dengan logat Betawi pinggiran. (emang tahu logat Betawi pedalaman???)

Bang Kumis menyodorkan uang 68rb. Karena acara dah mulai & daripada telat, mendingan aku terima tawaran itu. Jika uang sisa tidak kembali, aku niatkan sebagai infaq aja. Bismilah. Aq menerima uang itu & lantas masuk ke dalam hotel.
Sepulang dari liputan pukul empat sore, aku langsung ketemu Bang Kumis di bawah jembatan layang. Akhirnya Datang Juga......

"Kehujanan Bang," seru Bang Kumis sambil menyodorkan uang 15rb. Ini berarti aku bayar ojek seharga 17rb. Ya udah ga apalah, daripada susah. Itung2 bantu orang.

Ternyata masih banyak orang baik di Jakarta ini. Akankah aku menemukan orang baik lainnya di Jakarta ini??

Selasa, 11 Maret 2008

Tahun Baru Islam di Bali

Tinggal di Bali malah membuatku nyaman, tadi aku datang ke Kampung Bugis di Pulau Serangan. Iseng saja, karena habis dari Pantai Sanur, liputan tentang puzzle 3 dimensi.

Pas memasuki masjid Asy-Syuhada Kampung Muslim Bugis, suasana begitu tenang. Tidak ada kebisingan. Saat itu jam 2 siang wita. Karena aku menunggu temanku yang ada di sana, aku tilawah sebentar.

Setelah ku hubungi ternyata dia ada di rumahnya dan aku disuruh datang ke Banjar (Desa) Ponjok. Sebuah banjar yang ada di ujung Pulau Serangan. Di Serangan ada pembagian menjadi Banjar Kaja (selatan), banjar Tengah dan banjar Ponjok (pojok sebelah utara). Kampung Muslim Bugis ada di Banjar Tengah.

Akhirnya aku bertemu dengan temanku di masjid saja, daripada jauh-jauh dan bikin bingung. Kami ngobrol tentang apapun. Kami terpisah sudah hampir setahun lalu. Dia namanya Hanif. Asalnya Lamongan Jawa Timur. Karena sudah lama tinggal di Bali & sekaligus memboyong keluarganya ke sini.

Dulu Pulau Serangan sempat dibeli oleh Tommy Suharto. Bahkan keluarga cendana ini membeli setengah pulau tersebut. Karena Tommy terkena kasus, proyeknya mangkrak. Baru dua tahun ini, proyek tersebut kembali berjalan. Tommy ingin membuat Pulau dengan kota mini seperti Las Vegas di Amerika lengkap dengan pelabuhan yang bisa disinggahi kapal pesiar atau kapal Fery. Bayangkan saja, investasi sebesar itu ternyata akan mendatangkan keuntungan luar biasa bagi kantong Tommy. Itupun kalau laku & kemungkinan besar juga laku.

Dunia properti di Bali sudah gila-gilaan. Harganya sudah melebihi kota Jakarta. Aku sih cuma kepikiran bagaimana nasib Kampung Bugis yang hanya sekitar 100 KK. Panjang wilayahnya pun kurang dari 1/2 km. Dari ujung ke ujung bisa dilakukan dengan jalan kaki. Selebihnya ada;ah penduduk asli Bali yang beragama Hindu.

Tahun baru ini tidak ada aktivitas apapun. Sempat ada jalan santai di kampung setempat setelah saya sholat Ashar tadi. Karena harus balik kantor, akupun langsung meninggalkan aktivitas tersebut. Next time aja aku cerita tentang AlQuran mini yang akan diarak keliling kampung Bugis saat Hari Maulid Nabi nanti.

Di Kampung Islam Kepaon juga cuma menggelar khataman AlQuran di masjid Muhajirin  jalan Pemogan Denpasar.Belum ada aktivitas menyambut pergantian tahun Hijriyah tersebut.

Sabtu, 08 Maret 2008

Keris Bali dan Maknanya

Keris bukan hanya sebagai senjata sejak jaman penjajah. Namun keris sudah menjadi warisan yang memiliki arti penting bagi pemilik maupun kolektornya.

Keris sebagai warisan peninggalan nenek moyang Indonesia telah diakui oleh UNESCO (badan PBB yang mengurusi pendidikan, sekolah dan anak).Bali misalnya, sebagai provinsi yang masih memegang adat istiadat dan penuh religi memiliki keunikan keris yang tidak ditemukan di tempat lain.

Menurut Bambang Eko Priyono selaku pinisepuh Sanggar Kanjeng Purwo yang menjadi kolektor keris di Bali mengatakan keris Bali memiliki panjang hingga 60 cm. Begitu juga dengan Luk (lekuk keris) yang ganjil dan lurus dengan arti tersendiri. Luk tiga menggambarkan perlindungan, Luk lima menggambarkan kebaikan (yang diartikan dengan pandhawa) dan Luk tujuh yang berarti sengkelat dan biasa digunakan oleh raja-raja.

Pria yang telah dianugerahi gelar Kanjeng Raden Tumenggung Purwo Saputro oleh Istana Paku Alaman Jogjakarta ini juga mengungkapkan keris di masyarakat Bali masih punya kedudukan tinggi dalam agama dan adat. Sehingga keris merupakan salah satu kebutuhan keluarga Hindu Bali. Di samping sebagai senjata, keris juga dianggap sebagai benda yang mempunyai kekuatan spiritual sehingga bisa menjadi pelindung ketika berpergian, untuk usaha, tanda pengabdian kepada raja, untuk menjaga keselamatan rumah tangga, untuk sarana penyembuhan seorang dukun dan khususnya untuk upacara keagamaan.

Dari sekian banyak fungsi keris, Empu di Bali lebih mementingkan manfaat spiritual keris (kekuatan magis) dari pada karya seni (keindahannya). Misalnya seperti bagian yang paling sulit dibuat seperti pamor. Bentuk pamor (hiasan pada batang keris) bahkan lebih menekankan pada kekuatan magis yang dimilikinya. Contohnya pamor blarak sineret yang berarti masyarakat harus mengikuti perintah pemimpin. “Ini membuktikan keris sebagai bukti prestisius dari sebuah karya seni seorang Pande atau Empu. Bukan senjata sembarangan,” ujar Bambang yang ditemui di Sanggar Kanjeng Purwo jalan Danau Buyan 5 Sanur.

Tidak hanya memiliki kekuatan magis, balutan sarung yang menutup keris malah memberi kesan penampilan mewah. Penampilan luar seperti wadah (rangka), pelokan (pangkal wadah), hulu dan cincin ujung hulu justru dibuat dari emas, perak, gading, kayu langka yang dihiasi dengan ukiran dan batu permata hingga beberapa karat. Namun hanya keris untuk tokoh-tokoh masyarakat dan agama saja yang dibuat bagus. Baik sarung maupun bilahnya.

Mangku Ketut Sandi, salah satu perajin dekorasi keris mengatakan saat ini hanya ada enam perajin di seluruh Bali. Kekurangan perajin keris di Bali lebih disebabkan karena tidak sembarang orang bisa menekuni profesi tersebut. Empu keris pada umumnya berpangkat pembantu pendeta (mangku) atau malah pendeta.

Dalam membuat keris pun, empu harus menjalani laku tapa dan macam-macam latihan rohani kejawen. Selain itu membuat keris klasik atau tradisional yang sesuai dengan pribadi pemesan dan punya "isi" memerlukan waktu yang lama. ”Setahun mungkin hanya bisa membuat dua hingga tiga buah keris dengan biaya mahal,” tambah Ketut Sandi yang pernah menjadi pemangku Pura Pande Dalem Majapahit banjar Tatasan Denpasar. 

Jumat, 07 Maret 2008

Komunitas Bali Breaking


Meski banyak yang mencap komunitas break dance urakan, namun mereka sangat komitmen terhadap kesehatan. Kepedulian tersebut diungkapkan dengan enggan (tidak boleh) merokok dan narkoba.

Chris (25), bule asal Belanda yang menyambangi Bali Breaking Dance sungguh terpesona melihat semangat B Boy (Breaker Boy) Bali. Namun sejak awal kedatangannya ke Bali, bule yang bernama lengkap Christopher tersebut sangat anti terhadap dunia rokok dan narkoba. “Rokok dan narkoba sangat tidak baik untuk kesehatan,” ujarnya yang sedikit belepotan dalam berbahasa Inggris.

Menurutnya, rokok akan menyebabkan pernafasan terganggu. Jika pernafasan terganggu, permainan break dance pun akan tidak bagus. Nafas akan terengah-engah dan mudah capek. “Dunia break dance menuntut B Boy harus memiliki stamina yang bagus. Sedikit pun gangguan tubuh tentu akan mengurangi semangat B Boy,” tegur B Boy Chris.

Senada dengan B Boy Chris, B Boy Koruyun (23) asal Rusia juga menyatakan hal yang sama. Rokok dan narkoba harus sama-sama dijauhi, bukan hanya untuk komunitas B Boy tapi untuk kita semua. “Namun ada sedikit kelonggaran boleh untuk minum alkohol selepas kompetisi,” jawab Koruyun yang selalu datang ke komunitas Bali Breaking saat ke Bali.

Dunia rokok, narkoba dan minuman keras, lanjutnya meski menimbulkan inspirasi tersendiri bagi B Boy akan dianjurkan untuk segera menjauhinya. Kondisi latihan yang monoton lantas diselingi dengan dunia rokok, narkoba dan minuman keras akan membawa dampak buruk tak hanya bagi diri sendiri bahkan bagi komunitasnya. “Jika ketahuan B Boy mengonsumsi rokok, narkoba dan minuman keras selama latihan dan dalam kehidupan sehari-hari, boleh keluar sekarang juga,” katanya mengancam tegas.

Cewek Bikin Konsentrasi Bubar

Latihan tanpa ditemani pacar tentu bikin hati tak tenang. Apalagi kalau kebetulan ada janjian sepulang latihan. Tapi menurut Kevin (15) memboyong cewek dalam latihan malah akan membuat konsentrasi bubar. “Aku pernah bawa cewekku saat latihan, ternyata dia minta macam-macam. Malah bikin ribet. Minta inilah, itulah, temenin ke café lah, ada saja permintaannya,” keluh Kevin yang disapa B Boy VNZ.

Membawa pacar saat latihan atau saat kompetisi bagi sebagian B Boy memang wajar. Namun kebanyakan B Boy malah sengaja meninggalkan atau sengaja tidak membawa serta pacar karena membuat ribet. “Pikir kondisi sendiri mau latihan atau kompetisi saja sudah ribet apalagi mengurus orang lain, meski dia pacar kita,” jelasnya.

Pemanasan Cukup Push Up
Sebelum memulai latihan, B Boy dianjurkan melakukan pemanasan. Tak harus yang lama tapi harus berkualitas dan bisa melatih otot tubuh keseluruhan yang berkaitan dengan permainan break dance. Biasanya pemanasan cukup dengan push up, sit up atau pemanasan biasa layaknya olah raga lainnya. “Olah raga atau pemanasan dengan menggunakan barbel sebelum latihan harus sangat dihindari. Latihan tersebut justru akan membuat kaku otot tangan kita,” sergah David yang kram saat latihan selepas menggunakan barbel.

Untuk menghindari kesalahan dalam latihan atau kompetisi, B Boy selalu mengadakan pertemuan rutin. Istilahnya open circle. Biasanya B Boy akan mengadakan open circle di mall, lapangan terbuka atau aula. Tempat nongkrong yang biasa dikunjungi bagi B Boy saat akhir pekan  adalah Discovery Shopping Mall Centro di kawasan jalan Dewi Sartika Kuta. Pertemuan dilakukan pada pukul 8 hingga 11 malam.

Tak hanya berbagi keluh kesah, B Boy juga mengadakan sharing ilmu atau ide teknik dance terbaru. Bahkan tak segan pula memerlihatkan video terbaru dari B Boy seantero jagat terutama melalui temannya, B Boy Chris, B Boy Koruyun atau B Boy lainnya yang kebetulan ada di Bali dan ketemu komunitas Bali Breaking di Centro.

Aksesoris Simple
Masalah aksesoris biasanya memerlukan perhatian khusus bagi semua orang. Namun bagi B Boy malah membuat sederhana dalam pemilihan aksesoris yang akan dikenakan sewaktu latihan maupun kompetisi.

Aksesoris atau perlengkapan yang wajib ada adalah sepatu kets yang ringan dan mudah dibuat freestyle, kaos oblong dan celana pendek (baik dari jenis kain maupun parasut). Aksesoris di luar itu diperbolehkan asal tidak mengganggu permainan. Bagi Kevin, celana panjang juga boleh asal tidak ribet saat dipakai. Begitupun topi biasa atau topi pets, kupluk, hand band, anting, jaket dan sebagainya. “Aksesori kan hanya tambahan, jadi boleh dipakai asal tidak membuat ribet. Toh yang dinilai juga gayanya bukan aksesorisnya,” jawab Kevin.

Penilaian
Dalam kompetisi Break Dance, B Boy dituntut untuk bisa melakukan semua jenis maneuver atau jenis tarian yang dikreasi seasli mungkin. Menurut Chris, kriteria penilaian B Boy terletak pada kekompakan (saat main bersama), orisinalitas (keaslian teknik), maupun power move (kecepatan bergerak disesuaikan dengan irama dan teknik kekuatan dalam bergerak).

Kompetisi yang sering dilombakan adalah Battle Team (anggota terbatas) dan Battle Crew (anggota tak terbatas). Selain itu ada juga kompetisi Seven to Smoke (11 orang), Battle Foot Walk (freestyle individu), Battle Top Rock (freestyle individu), dan Battle Power Move (freestyle individu). Ada juga kompetisi satu lawan satu, dua lawan dua dan three on three (tiga lawan tiga) antar tim.

Menjadi B Boy juga bisa menjadi tumpuan hidup perekonomian. Bagi David, job sering datang menghampiri saat ada pesta ataupun kegiatan lembaga. “Pernah saya dikontrak untuk main di 12 SMA oleh sebuah radio, fee nya lumayanlah, bisa nambah uang saku. Ortu juga sangat mendukung terlebih saat mendapat piala atau piagam penghargaan,” seru David asal Bima.

Rabu, 05 Maret 2008

Ogoh-Ogoh Atribut Punk


Pawai ogoh-ogoh saat pengerupukan (sehari sebelum Nyepi) tak hanya didominasi oleh kaum dewasa. Buktinya masih banyak anak-anak yang sengaja ikut memeriahkan pawai tersebut dengan membuat ogoh-ogoh mini ala mereka.

Salah satunya adalah di Kelurahan Sesetan, Denpasar. Warga tersebut sengaja membuat Lomba Ogoh-Ogoh dengan peserta anak-anak. Ogoh-ogoh ini akan diarak di Lapangan Pegok, Denpasar Selatan, Kamis sore hingga malam menjelang pengerupukan.

Menurut Kadek Adhi Indrayana, ketua panitia acara lomba tersebut mengatakan jumlah peserta yang sudah mendaftar adalah 31 kelompok. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 16 kelompok ogoh-ogoh. Untuk peserta lomba dibatasi maksimal berusia 16 tahun.

Karena tema bebas, maka banyak peserta yang membuat tema sesuai kreativitas masing-masing. Meski begitu semangat ogoh-ogoh yang mencerminkan raksasa jahat (Bathara Kala) masih mendominasi bentuk ogoh-ogohnya. Tak hanya diambil dari cerita pewayangan seperti Mahabaratha dan Ramayana, anak-anak banyak yang mengubah bentuk ogoh-ogoh menjadi ogoh-ogoh punk lengkap dengan aksesorisnya. “Anak-anak cenderung ekspresif dibandingkan dengan orang dewasa. Makanya mereka membuat tokoh ala mereka sendiri,” jelas Adhi.

Menurut Kadek Agus Astika Putra (8) yang ditemui saat menunggu ogoh-ogoh kreasinya di jalan Sesetan Denpasar ini mengatakan ogoh-ogoh tersebut adalah ciptaan dari 20 orang teman dekatnya dibantu orang tua masing-masing. Bentuk raksasa mini yang berbentuk anak muda gaya punk dengan rambut jabrik dan aksesoris rantai ini sudah dibuat sebulan lalu. “Saya suka musik dan membuat ogoh-ogoh seorang pemusik, salah satunya adalah punk,” ujar Agus sambil mengacungkan ibu jari, telunjuk dan jari kelingking khas anak punk.

Bahkan orang tua mereka pun rela menyumbang demi terwujudnya keinginan anak dalam memeriahkan malam pengerupukan. Untuk membuat satu ogoh-ogoh tersebut biasanya paling sedikit membutuhkan biaya satu juta. Itu pun tergantung bahan dan aksesoris penunjangnya. “Saya ingin melestarikan tradisi yang sudah lama ada pada anak-anak. Kegiatan ini sangat bermakna melawan kekuatan jahat dan besok (hari Jumat pada saat Nyepi) adalah saat yang paling baik untuk mawas diri, bagaimana perilaku kita selama ini,” tambah Kadek Suardana, ayah Agus Astika Putra yang sedang merampungkan aksesoris baik lampu ataupun penataan musik. Ikutan nonton yukkk!!!

Selasa, 04 Maret 2008

Tutup Tahun Ala Clubbers Transeksual (1)

Kuta diguyur hujan lebat dan angin kencang menjelang perayaan malam pergantian tahun. Suasana jalan Imam Bonjol menuju Kuta terlihat sedikit lengang meski ada rombongan remaja sambil mengendarai motor dan membunyikan terompet.

Hujan yang mengguyur kota sejak pukul 11 malam baru bisa berhenti sekitar pukul 01.30 wita. Pertigaan jalan Patih Jelantik – Legian menuju Ground Zero terpaksa ditutup oleh dua sepeda motor polisi. Sebagian pengunjung yang ingin merayakan sisa tahun baru di Kuta memberanikan diri memecah jalan yang ditutup tersebut di tengah banjir setinggi mata kaki. Pengguna jalan banyak yang menyerobot balik arah ke utara karena banjir makin tinggi. “Saya sedang menunggu teman. Jalan menuju Ground Zero banjir setinggi lutut. Saya terpaksa naik di trotoar jalan menuju ke sini. Di trotoar saja air masih setiggi setengah lutut. Untung polisi diam saja meski saya melawan arus jalan,”kata Yanuar (22) asal Jakarta.

Hujan sedikit reda menjelang pukul dua pagi. Ditemani seorang gay, Inank (bukan nama sebenarnya, 24 tahun), menemani saya makan malam di Mc Donald Kuta. Hanya mengambil paket panas seharga Rp 17.000, cowok yang sudah melakukan profesi ini sejak 2003 lalu bercerita tentang masa lalunya.

Akhir 2003 menjadi sejarah tak terlupakan bagi Inank. Akibat diajak teman kuliah tiap malam minggu ke Kudos (pusat hiburan kaum gay di jalan Abimanyu Seminyak), Inank malah ketagihan main ke situ. Awalnya sempat risih tatkala harus dikuntit oleh bule dan warga lokal menuju ke toilet. Bule dan warga lokal yang gay tersebut menepuk pantat, memegang puting susu, memegang area Mr P seraya memeluk dari belakang dan memegang leher. “Karena saya tolak, dua orang itu pun langsung pergi,”kenangnya.

Untuk memasuki pusat hiburan kaum gay ini pengunjung akan dikenakan tarif Rp 30.000. Jika ada kegiatan atau party khusus, harga tiket masuk bisa melonjak Rp 60.000 hingga Rp 100.000. Karena tidak membawa kartu VIP Kudos, saya batal diajak memasuki pusat “jajanan” kaum lelaki transeksual tersebut.

Ngobrol santai dilakukan di dekat Circle K 56. Jalan Abimanyu masih disesaki pengunjung yang habis party, entah di Kudos, Q Bar, Bahiana atau pusat hiburan lain di kawasan tersebut. Inank mulai menceritakan ciri-ciri kaum transeksual itu. “Ciri utamanya ada tindik di telinga sebelah kiri, kaos warna hitam putih atau warna menyolok, modis dan biasa berpegangan tangan atau jalan beriringan (untuk pasangan gay atau biasa disebut couple),”ujarnya sembari menunjuk seseorang sebagai contoh.

Waktu telah menunjukkan pukul empat pagi. Suasana Kudos sudah mulai terlihat lengang. Hanya tinggal beberapa orang yang sedang dugem ditemani musik disko dan lampu warna-warni.  Setiap hari bahkan akhir pekan atau malam liburan, Kudos dijadikan tempat pertemuan para kucing (istilah bagi para kaum gay untuk menyebut pasangannya).

Tak jarang beberapa kucing ini melakukan ciuman, pegang-pegangan bahkan seks di tengah temaram ruangan Kudos. Di toilet Kudos, pengelola biasa menyediakan kondom beragam merek. Terlebih jika ada kegiatan atau pesta besar (akhir pekan, liburan tahun baru atau liburan nasional lainnya) atau saat ada sponsor kondom. “Di toilet ini banyak juga kucing yang making love (ML) dengan pasangannya,”katanya.

Beragam kegiatan juga marak digelar oleh Kudos. Tarian striptease cowok bahkan hampir selalu digelar tiap malam minggu. Cowok-cowok judi (jual diri) ini sengaja hanya memakai G string tipis atau bahkan tanpa sehelai kain apapun alias bugil. Bak seorang penari Ledek, cowok “judi” tersebut menanti saweran minimal Rp 50.000 yang biasa diselipkan di G String-nya atau dengan sambutan tangannya.

Tatkala libur panjang seperti malam tahun baru, Kudos juga ramai oleh pengusaha, kaum eksekutif bahkan artis ibu kota untuk menghabiskan masa liburannya di sini. Bahkan Ivan Gunawan, Oscar Lawalata, dan desainer terkemuka ibu kota lainnya sengaja membuat disain busana khusus bagi kaum gay atau waria di sini.

Selepas mengadakan kesepakatan transaksi atau pertemuan singkat dengan tarif Rp 200.000 ke atas untuk sekali main, kaum kucing ini lantas langsung pergi ke Double Six Club di jalan Pantai Double Six untuk mengadakan pesta selanjutnya. Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan dugem  karena musik di tempat tersebut sangat cocok dengan jiwa para kucing ini. Karakteristik house musik diiringi disc jockey (dj) akan membuat  prestice kaum kucing terangkat. Karena yang bisa memasuki Double Six Club hanyalah orang borjuis atau dengan kantong tebal. Apalagi ditambah permainan bungy jumping yang turut menyemarakkan arena. “Saat saya masih punya kucing bule, dompet saya selalu terisi penuh. Kiriman paling tinggi yang pernah saya terima adalah Rp 5 juta,”jelasnya yang selalu habis untuk clubbing.

Minggu, 02 Maret 2008

Semua Rujak Ada di Bali

Jika kangen dengan makanan rujak, Anda bisa mampir ke rujak Buleleng Jl. Letda made Putra 39 Denpasar. Apa saja menu rujaknya?

Tentu Anda sudah tidak asing dengan makanan rujak. Makanan khas Indonesia dari berbagai daerah ini memiliki kekhasan sendiri. Contoh di daerah Jakarta terkenal dengan asinan. Di Surabaya dikenal dengan rujak Cingur. Di Bali ada Rujak Kuah Pindang, Rujak Gula, Rujak Kacang dan Rujak Rumput Laut.

Usaha yang dikelola oleh Kadek Rohani (50) asal Desa Sawan Singaraja ini sudah berjalan 12 tahun. Resep turun temurun dari keluarganya untuk melestarikan makanan khas daerah Buleleng dan khas daerah lain di Indonesia ini terus berjalan hingga sekarang. “Resep ini saya peroleh dari ibu saya dan semua menggunakan bahan mentah (tidak dimasak),” ujar Kadek.

Rujak yang ada di warung Rujak Buleleng ini memakai bahan sayur dan buah-buahan. Sayur yang dipakai adalah kacang panjang, kangkung, tauge, pare dan terung. Untuk buah digunakan semua buah yang sedang musim seperti salak, belimbing, nanas, mentimun, kedondong, bengkoang, mangga bahkan jeruk Bali dan terung Belanda.

Untuk membuat rujak ini pun cukup sederhana. Cukup menghaluskan garam, terasi, cabe dan gula sebagai bumbu. Gula yang dipakai bisa gula pasir, gula merah ataupun pemanis buatan. Untuk rujak Buleleng hanya ditambahkan pisang batu (pisang biji) dan 5 sdm cuka.

Sedangkan untuk rujak kacang, bumbu hanya ditambahkan dengan kacang tanah yang sudah digoreng. Jika rujak kuah pindang ada tambahan khusus seperti pepaya dan ubi tanah yang diserut serta kuah dari rebusan ikan tuna. Ini yang menjadi ciri khas Rujak Kuah Pindang dan hanya satu-satunya di Indonesia. Bahkan tak jarang, jika pembeli suka bisa ditambahkan terung Belanda dan buah Mengkudu.

Sedangkan untuk membuat kuah pindang cukup merebus ikan tuna dalam panci yang telah diisi air. Bumbu yang diberikan cukup memakai serai, daun salam dan tomat. Masak ikan tuna dan bumbu hingga mendidih. Untuk dua kg ikan tuna bisa digunakan rujak selama sehari penuh.

Kadek Rohani mengaku sayur dan buah yang dipakai masih mentah atau setengah matang. Sayur dan buah tersebut sengaja tidak dimasak agar kandungan gizi tidak larut dalam air dan hilang. Sayur dan buah tersebut juga dipercaya bisa menyembuhkan penyakit seperti uluhati, panas dalam, sembelit bahkan mencret. “Dari dulu sampai sekarang, jika saya sakit langsung makan rujak dan tidak ada keluhan sama sekali bahkan ke dokter pun tidak pernah,” jelasnya.

Sedangkan untuk rujak rumput laut hanya ditambahkan bumbu biasa seperti rujak Buleleng dan ditambah parutan kelapa. Menu lain yang ditawarkan adalah Plecing Kobles. Menu khas Singaraja ini mirip dengan Serombotan yang ada di Klungkung atau seperti Urap yang ada di Jawa. Di sini pun juga ada Tipat Cantok, Tipat Plecing dan Serombotan.

Rujak Buleleng ini buka setiap hari dari pukul 9 pagi hingga 8 malam. Pembeli harus mengantri terutama jika akhir pekan antara Jumat, Sabtu dan Minggu. Untuk memesan makanan, pembeli hanya menulis menu yang akan dipesan berikut jumlahnya pada secaraik kertas yang sudah digunakan. Jangan lupa untuk menulis selera masing-masing. Misal jika ingin pedas cukup tulis 15 cabe, memakai gula merah, tanpa buah “ini” atau tanpa sayur “itu”.

Rujak yang sudah terkenal dari Sumatra dan Jawa ini hanya mematok harga Rp 3000 hingga Rp 4000 untuk rujak dan minuman. Sedangkan minuman yang ada di sini adalah es daluman, es campur dan es buah.

Bagi Eka Indriyani (32) asal Renon Denpasar bisa menyambangi Rujak Buleleng empat kali dalam seminggu. Begitu juga dengan Putu Primayuni (32) yang satu bangku dengan Eka juga memilih Rujak Buleleng karena sudah keranjingan sejak kecil. “Kalau tidak makan rujak di sini, saya sering sakit kepala,” jelas Putu yang sudah mengidam bumbu rujak kuah pindang tiap hari.

Sabtu, 01 Maret 2008

Jalan-Jalan di Jakarta

Tadi pas jam makan siang gw mampir di depan kantor BIMANTARA. Letaknya di bawah rel kereta api (atau kereta apa ya??). Aq makan soto betawi tuh. Penasaran karena belum pernah mencoba. Kita berlima bareng Andika, Sahlan, Regina & Nopiyanti (wartawan Nusa Bali, kontributor di Jkt).

Pas dah nyoba, koq gt ya rasanya??

Sebenarnya enak banget karena ada daging kambingnya. Cuma santan yang menjadi kuahx terlalu pecah. Pasti ngaduknya kurang rata. Akibatnya minyak yg ada di daging loncat ke kuah. Ini menyebabkan kuah jadi penuh kaldu / berminyak. jadi eneg. Sumpah, pas setengah main, gw rasanya mau muntah. Untung bisa ditahan. Jadi g sampe malu2 in temen.

Trus malamnya main ke Atrium. Kebetulan diajak temen (Indri & Mutia) makan di Chicken Story (bener ga ya) di lantai berapa ya (4 atau 6 gt) ga sempat ngitung. Kita makan combo. Ada ayam paha dengan  tambahan tahu kentang. Yg enak sambelnya bo.Nendang banget!! Trus kita jg cerita tentang kantor & kerjaan. Cukup lama di situ sampe mo tutup.

Pas kita pingin cari peta di Gunung Agung, ada petugas yg kutanya," di mana tempat peta??tanyaku.

"Peta mana Mas? jawab petugas.

"Jakarta," kilahku. Si petugas mengernyitkan dahi. Lha ini kan Jakarta, knp harus cari peta JKT? mungkin pikirnya gt.

Cuek aja, aku kebetulan blank di jkt. Jd perlu peta biar bisa jalan2.

Akhirnya kita pulang dengan naik Blue Bird. Padahal kita berangkat cuma habis 7rb, masak pulangnya kita bisa habis 23rb. Dengan taxi yg berbeda sih. Wualah..koq susah banget ya hidup di Jkt. Belum lagi macet. Jalanan busway dipakai untuk kendaraan lain. Gmn sih??? bukannya busway dibuat untuk mengurangi kemacetan lalin & bisa mengurangi pemakaian kendaraan pribadi serta beralih ke alat transportasi umum??