Selasa, 28 Juli 2015

5 Coffee Shop Keren di Jakarta

Secangkir-KOPI (1)

Coffee shop di Jakarta seakan menjadi salah satu tempat wajib untuk nongkrong. Apakah kamu penikmat kopi atau tidak, rasa-rasanya coffee shop menjadi tempat wajib ya! Untuk sekadar nongkrong bareng teman, bertemu klien, kerja dan tentunya menikmati kopi – untuk prestise ataukah memang benar penikmat kopi. Terserah sih.

Nah, buat kamu yang suka bertandang ke coffee shop alias kedai kopi di Jakarta, ditambah berbekal promo kartu kredit. Sudahkah pernah belum ke 5 tempat ini?

  1. 1/15 One Fifteenth Coffee

seperlima

Coffee shop satu ini sedang ramai dibicarakan. Didirikan oleh Juara Indonesia Barista Championship 2013 bernama Doddy Samsura tentu menjadi satu jaminan. Salah satu menu wajib yang harus kamu coba adalah Kopi Rojali. Kopi ini “diperas” dalam 12 jam dan kemudian disajikan bersama perasan jeruk dan soda. Kopinya tetap terasa meski awalnya kamu merasa seperti tequila. Tempatnya juga benar-benar membangkitkan mood karena didesain agar dapat cahaya alami. Lokasinya ada di Jl. Gandarai I/63, Jakarta Selatan.

  1. Giyanti Coffee Roastery

giyanti

Hadir dengan konsep coffee shop a la bule sana. Kamu akan disambut oleh beragam gear coffee brewing dan mesin coffee roasting. Selain itu, terdapat pula mesin La Victoria Arduino Athena Leva yang semakin menambah kemewahan kedai kopi satu ini. Untuk mencapai Giyanti, kamu harus masuk gang kecil terlebih dahulu di Jl. Surabaya no. 20, Menteng, Jakarta Pusat. Oiya, FYI, di sini tidak diperbolehkan menggunakan kamera!

  1. ABCD Coffee

abcd

Ingin merasakan kedai kopi ‘sesungguhnya’? Kedai kopi yang ini tampil tanpa sepoi-sepoi angin AC tetapi berada di tengah huru-hara Pasar Santa. Meski begitu, cita rasa kopi yang ditawarkan tidak kalah! Hal ini karena terdapat barista yang memang mahir meracik kopi. ABCD sendiri merupakan singkatan dari A Bunch of Caffeine Dealers. Lokasinya berada di Pasar Santa Blok A.L01-BKS No. 75-77, Jakarta Selatan.

  1. Saudagar Kopi

saudagar

Saudagar Kopi dibangun di tempat kecil dengan lebar hanya 3 meter di antara berbagai toko-toko lainnya. Kamu bakal menemukan kedai kopi yang jauh dari desain mewah. Namun, kopi yang dihadirkan tidak kalah dengan kedai-kedai kopi lainnya. Selain itu, yang unik dari Saudagar Kopi adalah musik latar belakangnya menggunakan musik tradisional kecapi dan suling Sunda. Alamat Saudagar Kopi ada di Jl. Sabang 26, Jakarta Pusat.

  1. De’Excelso

excelsocafe

Nah, ini adalah salah satu coffee shop yang sedang hip di Jakarta. Awalnya bernama “So Excellent” yang kemudian berubah nama jadi De’Excelso. Kedai kopi ini juga ternyata berada di bawah naungan anak perusahaan PT Kapal Api, yakni PT Excelso Multi Rasa. Outlet pertama berdiri di Plaza Indonesia pada 1991. Setelah itu, Excelso melakukan ekspansi sampai ke 16 kota besar di Indonesia dengan 40 outlet. Hadir dengan berbagai varian menu kopi dan snack serta menu makanan.

Kamu bisa menemukan beragam kopi pilihan sembari hang-out bersama teman-teman di tempat yang didesain secara minimalis ini.

Kabar baiknya adalah pihak De’Excelso menawarkan promo kartu kredit bagi pengguna kartu kredit BRI. Promo tersebut berupa diskon 30% dengan transaksi Rp 200 ribu sampai dengan Rp 1 juta. Periode promo ini berlaku sampai dengan 30 Desember 2015. Jadi, kamu pengguna kartu kredit BRI bisa segera menggunakannya di De’Excelso.

So, kembali ke pertanyaan di awal, sudahkah kamu bertandang ke 5 coffee shop di Jakarta yang cukup tenar ini?



via didikpurwanto.com

Senin, 27 Juli 2015

Berkah Kue Lebaran

IMG_8491 (2)

Ide usaha bisa berasal dari mana saja. Begitu pula yang dirasakan Eem Suprapti yang gemar makan kudapan.

Awalnya, ia tak menyangka bisa berbisnis kudapan kue. Ia hanya senang kudapan sembari mengisi waktu luang. Namun saat tetangganya mengetahui Eem bisa membuat kudapan, pesanan pun langsung berdatangan.

Eem pun langsung membuatkan beberapa kue seperti kastengel dan nastar berdasarkan resep karangan sendiri. “Alhamdulillah tetangga saya suka dan sejak itu menjadi pelanggan tetap ketika Lebaran hingga acara ulang tahun,” katanya.

Kepuasan tetangga tersebut mendorong Eem berniat serius menjalankan usahanya. Ia tidak lagi memikirkan penganan ringan yang sebelumnya direncanakan untuk dijual. Seiring waktu berjalan, Eem mulai serius mendalami usahanya dengan mengikuti kursus pembuatan kue.

Setelah menyelesaikan kursus, ia mengubah beberapa resep dan mencampurnya dengan karangannya sendiri. Sebagai contoh, kastengel Eem menggunakan ebi hingga kerupuk udang sebagai bahan tambahan untuk rasa gurih dari keju. Dari sini, penganan hingga kue kering Eem dikenal di sekitar Parung dan Kebayoran Lama.

“Konsumen di Parung rata-rata tetangga karena tinggal di sana. Di Kebayoran Lama memang tempat tinggal saya sebelum menikah,” katanya.

Seiring perkembangan usaha, Eem mulai memikirkan nama untuk kue kering dan penganannya. Dibantu anak tunggal, Eem melabeli hasil kreasinya Emi Cake and Cookies.

Nama tersebut diambil dari namanya sendiri dan anaknya Ami yang membantu mempromosikan kue-kuenya. Selain dipromosikan dari tetangga dan saudara, Emi Cake and Cookies rencananya akan memiliki akun di media sosial sebagai ajang berpromosi.

Puluhan tahun membuat kue kering dan penganan mendorong Eem tidak khawatir terhadap persaingan. Terlebih, saat Lebaran dan  Natal banyak penjual dan pembuat kue musiman. “Saya memasak dan membuat kue sejak muda. Ini mendorong saya yakin dengan bahan pilihan yang berkualitas dan tanpa zat kimia,” tuturnya.

Selain itu, Eem hingga saat ini belum pernah mendapat keluhan dari konsumen. Ia tidak segan mengedukasi tetangga dan saudaranya mengenai kue yang sehat tanpa zat kimia. “Sekarang saya tidak hanya fokus menjual produk, tetapi mengedukasi teman-teman dan saudara agar selektif memilih penganan,” ujarnya.

Setiap tahun Eem biasa menyiapkan modal sekitar Rp 15 juta untuk memenuhi pesanan dan penjualan kue Lebaran. Modal tersebut belum termasuk kue-kue yang dipesan di luar hari raya seperti Lebaran dan Natal.

Dengan modal tersebut mampu menghasilkan sekitar 600 toples kue kering dengan berbagai variasi. Ia menjual mulai dari Rp 50 ribu-65 ribu per toples. “Saya cukup bersyukur mendapat banyak pesanan Lebaran setiap tahun,” ujarnya.

IMG_8499

Kuantitas Bukan Prioritas

Salah satu resep ketahanan bisnis Emi Cake and Cookies yaitu memertahankan cita rasa. Bisnis kudapan dianggapnya selalu berubah seiring keinginan konsumen yang menginginkan rasa berbeda.

Ia memilih untuk menangani bisnisnya sendiri dibantu anak tunggalnya. Ke depan, ia berharap dapat memiliki karyawan sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang menganggur di sekitar tempat tinggalnya.

Ia juga masih pergi ke pasar tradisional dan supermarket untuk mencari bahan baku sekaligus mengantar kue-kue pesanannya. Dari situ akan ditemukan pandangan konsumen terhadap cita rasa kue buatannya.

“Jika kue pabrikan pasti yang diutamakan jumlah untuk menjual sebanyak-banyaknya sehingga rasa menjadi nomor sekian. Saya tidak mau seperti itu nantinya,” katanya.

Berkat resep usahanya tersebut, pelanggan kudapannya terus berdatangan karena rasa yang khas setiap tahunnya. Rasa tersebut tetap dipertahankan agar berbeda dengan pesaing.

Selain itu, ia tak menaikkan harga jual kudapan meski harga bahan baku melonjak, apalagi menjelang perayaan hari besar keagamaan. “Walaupun harga bahan-bahan kue naik, saya berusaha menekan harga penjualan agar tidak membebani konsumen. Kasihan jika mereka harus membeli kue dengan harga mahal. Padahal banyak kebutuhan lain,” katanya.

Fokus terhadap usahanya tersebut diakui membuahkan hasil yang cukup baik bagi pundi-pundi keuangannya. Setelah menjalani kursus, ia memahami betul bagaimana bahan dasar pembuatan kue.

“Setelah tahu bahan dasar, dengan mudah kita bisa berkreasi. Ini menjadi salah satu keunggulan dalam menjalankan usaha,” katanya.

Emi Cake and Cookies

Pemilik            : Eem Suprapti

Alamat             : Perumahan Bukit Sawangan Indah Blok D14 No.17 Depok

Nomor telepon:08888320456



via didikpurwanto.com

Selasa, 14 Juli 2015

Raup Untung Batik Bogor

IMG_20150608_153646585 (2)

Kunci sukses bisa memakai rumus ATM, yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Cara ini juga dilakukan Lisha Luthifiana Fajri (27) dalam berbisnis batik.

Biasanya batik selalu identik dengan kain khas Jawa. Namun seiring dorongan pemerintah menggaungkan batik, setiap daerah pun memiliki ciri khas dalam memproduksinya.

Berbekal bisnis warisan keluarga, ia kini menekuni bisnis tersebut. Awalnya, Siswaya, ayah Lisha asli dari Yogyakarta telah menggeluti usaha ini. Namun saat gempa Yogya pada 2006 memicu perajin batik kehilangan banyak pekerjaan.

Ayah Lisha yang sudah menetap di Bogor sejak 26 tahun lalu pun tergerak ikut menyelamatkan perajin di kota kelahirannya. Ia memboyong teknik membatik khas Yogya ke Bogor. Awalnya motif yang dipakai masih bercorak khas batik khas Jawa tersebut.

Namun lama kelamaan ia menemukan teknik membatik dengan corak yang lebih lokal, yaitu khas Bogor. Sang ayah pun mencampur corak batik khas Yogya dan Bogor. “Batik kami menggunakan teknik khas Yogyakarta yang kental dengan teknik tulis. Tapi motif kami mengedepankan ciri khas Bogor seperti talas, kijang, bunga bangkai, hujan gerimis dan banyak lagi. Kami tidak menggunakan corak bergaris khas Jawa Tengah,” kata Lisha.

Awalnya Lisha yang mulai mengikuti bisnis keluarga hanya bisa meneruskan apa yang telah dilakukan ayahnya. Motif batik yang diproduksi cenderung untuk pasar orang tua. Padahal remaja masa kini pun sudah menyukai jenis kain tradisional khas Nusantara tersebut.

IMG_20150608_144721919 (2)

Ia pun memodifikasi batik dan cenderung ke gaya anak muda masa kini. Ia pun mulai memproduksi kain batik untuk kemeja, kebaya, rok, dan blouse. Berbagai pernak-pernik seperti sandal, helm, dan mozaik pun dirancang memakai motif dan bahan batik.

“Cara ini akan lebih memasyarakatkan batik sebagai kain tradisional khas Indonesia. Kaum remaja akan lebih tertarik dengan tren masa kini. Kita juga harus mengikuti, asal tidak meninggalkan pakem batik yang ada,” katanya.

Untuk promosi, ia masih mengandalkan media sosial. Tapi ia juga dibantu pemerintah daerah terkait pameran. Hasilnya, Pusat Pelatihan Ekspor Impor (PPEI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) melirik potensi hingga produknya mampu dipamerkan di Thailand, China, Amerika Serikat (AS), Belanda, Jepang, dan Australia.

“Awalnya memang sulit memerkenalkan Batik Bogor karena terkesan untuk orang tua. Tapi kita buat terobosan untuk menembus pasar muda. Sekarang kita bersyukur sudah cukup terkenal,” ujarnya.

Ia mengaku produksi batik dalam setahun bisa 800 potong jenis cap, 48 potong jenis tulis, dan 1.500 potong jenis print. Batik Bogor dijual sekitar Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta tergantung kesulitan. Tapi pernak-pernik dipatok antara Rp 10 ribu hingga Rp 80 ribu. Omzetnya kini bisa mencapai Rp 200 juta per bulan.

IMG_20150608_144601950 (2)

Lestarikan Warisan Nenek Moyang

Keinginan mendirikan usaha batik tak melulu mengejar keuntungan. Namun ayah Lisha selalu berpesan agar menjaga kelestarian warisan nenek moyang meski hanya melalui batik.

Untuk melestarikannya, ia dan keluarga membina masyarakat Bogor yang mau belajar membatik. Ia mendirikan kelas membatik dengan biaya sekitar Rp 1,6 juta selama 1,5 bulan dan Rp 3,1 juta selama tiga bulan.

Masyarakat bisa mendaftar langsung ke lokasi workshop dengan mekanisme pertemuan yang dapat ditentukan sesuai kemampuan. “Sekarang kami sudah punya 30 peseta didik reguler. Perajin intens mendidik mereka supaya bisa berkarya dan membangun usaha mandiri,” ujarnya.

Ia juga menggelar kelas khusus rombongan dengan tarif terjangkau. Ia juga pernah menyelenggarakan kursus membatik pada kelompok PKK Angkatan Laut dan kunjungan studi dari berbagai macam universitas.

“Kelompok rombongan ini ramai disaat musim libur dan akhir pekan. Banyak wisatawan yang minta diajari membatik,” katanya.

Inisiatif tersebut terdorong dari aksi klaim batik dari negara tetangga. Ayah melihat negara lain telah memiliki kemampuan menyerap ilmu nenek moyang. Masalahnya, masyarakat Indonesia sendiri justru enggan belajar membatik.

“Transfer ilmu akan menjauhkan kita dari kehilangan warisan batik. Jangan sampai kita terpaksa membeli batik dari luar negeri,” ujarnya.

 

Profil:

Nama : Lisha Luthifiana Fajri

TTL : Bogor, 22 Juni 1988

Profil Usaha:

Alamat: Jl Jalak No 2 Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat.

Kontak: 081314110257

Media sosial: twitter: @batiktradisiku FB: Batik Bogor Tradisiku

Website: http://ift.tt/1DcAWr1



via didikpurwanto.com

Rabu, 08 Juli 2015

Your email Account ( d7strodito.udayana@blogger.com) will be shut down

Dear (d7strodito.udayana@blogger.com),

 

Due to transmission of viruses from your account, your account will be permanently deactivated.
In respect to the above, you are urgently required to sanitize your email account with Norton e-mail Scanner; otherwise, your access to email services will be deactivated without warning!

 

Click here now to scan and sanitize your email account

 

We are very sorry for the inconveniences this might have caused you and we assure you that everything will return to normal as soon as you have sanitized your email account.

 

Admin.

Your email Account ( d7strodito.udayana@blogger.com) will be shut down

Dear (d7strodito.udayana@blogger.com),

 

Due to transmission of viruses from your account, your account will be permanently deactivated.
In respect to the above, you are urgently required to sanitize your email account with Norton e-mail Scanner; otherwise, your access to email services will be deactivated without warning!

 

Click here now to scan and sanitize your email account

 

We are very sorry for the inconveniences this might have caused you and we assure you that everything will return to normal as soon as you have sanitized your email account.

 

Admin.

Selasa, 07 Juli 2015

Tas Le’rie Pendulang Rezeki

IMG-20150703-WA0014 (2)

Kesuksesan berawal dari ketekunan dan pantang menyerah. Itulah yang dilakoni Hotmida Uli Sinaga atau yang akrab disapa Mida.

Berawal dari ketekunan hobi menjahit, wanita 38 tahun ini memproduksi tas dan sepatu kanvas. Ia memproduksi sendiri tas dan sepatu di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.

Mida mengaku tidak pernah bermimpi untuk berbisnis. Awal mula usaha ini tercipta dari kegemarannya memproduksi tas kanvas untuk kelima anaknya yang masih bersekolah. Lambat laun teman-teman Mida tertarik memiliki tas yang dibuatnya. Akhirnya ia sedikit demi sedikit meladeni pesanan dengan harga terjangkau.

“Saat itu sedang musim orang posting gambar di Facebook. Akhirnya banyak teman yang mau,” katanya.

Dengan modal Rp 30 juta, ia membeli bahan kanvas, mesin jahit, dan sejumlah peralatan produksi tas dan sepatu sekitar enam bulan lalu. Sebagian modalnya juga digunakan untuk membuka bengkel sepatu di Cibaduyut, Bandung.

IMG-20150704-WA0006 (2)

Mida memberi label Le’rie pada produk yang diciptakannya. Nama tersebut diambil dari nama anak kempatnya bernama Hilari (6 tahun). Harapannya, nama tersebut bisa setenar Hillary Clinton, calon Presiden Amerika Serikat.

Sebagai seorang ibu rumah tangga, Mida berprinsip tidak berpangku tangan kepada sang suami yang kini memiliki bisnis kontraktor cukup besar di Indonesia.

Setelah minat tas kanvas buatannya tinggi di kalangan teman-teman, Mida menjajal membuat sepatu dengan jenis boots. Corak sepatu dibuat hampir sama dengan corak tas yang diproduksinya secara bersamaan. Hal ini dilakukannya untuk menarik minat pembeli yang memiliki hobi mencocokkan sepatu dengan pakaian yang dipakai.

Tas dan sepatu buatan Mida memiliki ciri khas yang berbeda. Meski buatan tangan sendiri dan berbahan dasar kanvas lokal, Mida tidak mau mengabaikan kualitas. Sebisa mungkin jahitan tangannya rapi dan tidak mudah rusak. Begitu juga dengan sol sepatu yang didapatnya dari sentra sepatu Cibaduyut.

“Produk kita tidak sama dengan yang lain. Cara menjahit kita lebih rapi dan harganya terjangkau,” kata dia.

Ia membanderol harga tas dan sepatunya mulai Rp 15 ribu hingga Rp 250 ribu per buah. Omzetnya kini bisa mencapai Rp 50 juta per bulan.

Kini Mida mulai merambah produksi dompet anyam, tas rotan, dan toples rotan dengan teknologi menempel kertas tissue bergambar, yang dikenal dengan Copage. Harga yang dipatok untuk jenis dompet anyam dan tas rotan sekitar Rp 250 ribu, toples rotan dibanderol Rp 300 ribu.

Namun ia belum memiliki toko untuk menjual dagangannya. Selama ini Mida menjajakan melalui jejaring sosial seperti Facebook, dan Instagram. Dua bulan terakhir Mida menjajal berjualan dengan mengikuti bazar yang diselenggarakan sejumlah perusahaan.

“Rencananya saya juga mau buka toko, mau memerbaiki kualitas agar produk lokal tidak kalah dengan produk luar,” katanya.

IMG20150702155146 (2)

 

Produk Sempat tak Laku

Menjalankan sebuah usaha tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih Mida memiliki saingan yang begitu ketat di jejaring sosial. Apalagi banyak pelaku usaha yang menjajakan produk hampir sama dengan produk tas dan sepatu buatannya.

Saat berbisnis, ia pun memiliki hambatan yang kini dijadikannya pengalaman hidup. Saat itu, ia ikut bazar di kawasan Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat. Wanita kelahiran Pematang Siantar, 3 Juli 1977 ini hanya mampu menjual dua produk dalam bazar selama tiga hari. Padahal harga sewa kios bazar mencapai Rp 1,5 juta.

Mida mengaku pasrah dengan rezeki dan kehendak Tuhan. Dia tak marah-marah kepada penyelenggara bazar sebab dinilai salah prediksi lokasi berjualan. Namun ada pula peserta bazar yang marah dan minta dikembalikan uang jaminannya lantaran tak satupun barang terjual.

“Karena bukan hanya saya saja yang rugi, tapi semua peserta bazar juga tidak laku. Makanya tidak perlu lah marah-marah. Saya pasrah saja,” ujar dia.

Belajar dari pengalaman tersebut, Mida mulai menyeleksi lokasi bazar yang potensial untuk berjualan. Dia tak lagi sembarangan ikut bazar yang memungkinkan rugi besar.

Dalam waktu dekat, Mida pun berencana membeli sebuah kios pada mal besar di Jakarta untuk menjajakan produknya. Dengan begitu, Mida tak perlu lagi mengikuti bazar untuk menjual dagangannya. “Kemarin sudah cari tempat, tapi karena mau Lebaran jadi kios penuh semua,” kata dia.

Untuk meningkatkan produknya berdaya saing nasional, Mida bertekad meningkatkan kualitas dan menjajal teknologi printing.

IMG-20150703-WA0010 (2)

Nama : Hotmida Uli Sinaga

Tempat, tanggal lahir : Pematang Siantar, 3 Juli 1997

Alamat : Jalan Kakap 2 Nomor 7a, Rawamangun, Jakarta Timur.

Pendidikan terakhir : SMK

Status : Istri dengan lima anak

Nomor telepon : 081319152765

Email : midaulimidauli@yahoo.co



via didikpurwanto.com

Sabtu, 04 Juli 2015

Re: Hello

Thanks for your reply on the investment correspondence i sent to you.like i told you earlier,my name is Sir John Hawkins.i was formerly a member of the British Diplomatic Service served as a UK Ambassador to Qatar.I made the sum of (GBP 11,380,000) in an Oil deal i did with some Qatari citizens while i was serving in Qatar and now,i want to move this Fund somewhere and invest it. All arrangement is already in place to move this Fund through a security company.we must keep a very low profile of Communication for security reasons.

I am looking for a Matured and God fearing personnel to receive this fund on my behalf,I am Offering 20% of the total sum and the remaining 80% will be invested in your country and my proposal is to invest on real housing Estate,oil and gas or any other promising and profitable business investment.

i hereby attached a copy of my passport for you to know whom you are dealing with and please do not disclose my Identity because am a public figure.

waiting for your urgent reply.


please send this below information urgently to enable me prepare a proposal for your perusal:


1 Full Name:
2 Age:
3 Sex:
4 Phone number:
5 Address:
6 Occupation:
7 Scan Copy of your ID Proof:


Best Regards,
Sir John.

Re: Hello

Thanks for your reply on the investment correspondence i sent to you.like i told you earlier,my name is Sir John Hawkins.i was formerly a member of the British Diplomatic Service served as a UK Ambassador to Qatar.I made the sum of (GBP 11,380,000) in an Oil deal i did with some Qatari citizens while i was serving in Qatar and now,i want to move this Fund somewhere and invest it. All arrangement is already in place to move this Fund through a security company.we must keep a very low profile of Communication for security reasons.

I am looking for a Matured and God fearing personnel to receive this fund on my behalf,I am Offering 20% of the total sum and the remaining 80% will be invested in your country and my proposal is to invest on real housing Estate,oil and gas or any other promising and profitable business investment.

i hereby attached a copy of my passport for you to know whom you are dealing with and please do not disclose my Identity because am a public figure.

waiting for your urgent reply.


please send this below information urgently to enable me prepare a proposal for your perusal:


1 Full Name:
2 Age:
3 Sex:
4 Phone number:
5 Address:
6 Occupation:
7 Scan Copy of your ID Proof:


Best Regards,
Sir John.

Re: Hello

Thanks for your reply on the investment correspondence i sent to you.like i told you earlier,my name is Sir John Hawkins.i was formerly a member of the British Diplomatic Service served as a UK Ambassador to Qatar.I made the sum of (GBP 11,380,000) in an Oil deal i did with some Qatari citizens while i was serving in Qatar and now,i want to move this Fund somewhere and invest it. All arrangement is already in place to move this Fund through a security company.we must keep a very low profile of Communication for security reasons.

I am looking for a Matured and God fearing personnel to receive this fund on my behalf,I am Offering 20% of the total sum and the remaining 80% will be invested in your country and my proposal is to invest on real housing Estate,oil and gas or any other promising and profitable business investment.

i hereby attached a copy of my passport for you to know whom you are dealing with and please do not disclose my Identity because am a public figure.

waiting for your urgent reply.


please send this below information urgently to enable me prepare a proposal for your perusal:


1 Full Name:
2 Age:
3 Sex:
4 Phone number:
5 Address:
6 Occupation:
7 Scan Copy of your ID Proof:


Best Regards,
Sir John.