Minggu, 24 Februari 2008

Orangtua Wajib Dampingi Anak Belajar

Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua dalam menemani anak untuk belajar. Proses pendampingan tersebut hanya memerlukan waktu sedikit namun berkualitas.

Menurut Anom Widiyanti (32), untuk memberikan pendampingan belajar, tidak ada urusan perseorangan (ibu saja atau ayah saja). Namun bisa dilakukan menurut kedekatan perasaan si anak, lebih nyaman belajar dengan siapa. “Karena profesi, Ayah dan Ibu pun bisa bergantian untuk mengajari anak. Waktu yang dibutuhkan pun relatif sedikit. Cukup 15 menit per hari. Syukur kalau bisa lebih,” ujar Anom.

Waktu pendampingan paling tepat adalah saat si anak sedang bahagia. Kegiatan saat makan, minum susu atau mandi pun bisa disisipi dengan pelajaran ringan seperti mengucapkan kata-kata benda, sapaan kepada orang, atau bahkan candaan ringan. “Saat aktivitas tersebut bisa pula dibacakan buku. Jangan takut buku akan basah. Saat kesenangan pada anak sedang memuncak, anak bisa menyerap 50 kata per hari.

Saat anak dibacakan buku, meski belum dapat mengingat secara pasti akan berdampak pada proses belajar selanjutnya. Bagi Ni Made Swasti Wulanyani, psikolog di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana mengatakan membaca sangat erat kaitannya dengan menulis. Jika sang anak tidak gemar membaca, maka untuk melakukan aktivitas menulis pun sangat susah. “Orang Indonesia tidak gemar menulis karena tidak memiliki kegemaran membaca. Hal ini juga disebabkan kosakata yang dimiliki sejak lahir sangat kurang,” terang Wulan yang melihat fenomena budaya mendongeng hilang dalam pandangan orang tua.

Pendampingan belajar pun tidak memerlukan tempat mewah atau dengan sarana memadai. Cara efektif justru dapat dilakukan secara langsung di pangkuan ibu atau orang tua yang paling dekat dengan anak. Proses belajar yang disebut leap learning tersebut memungkinkan bagi anak tidak berlarian saat belajar dan memungkinkan penyerapan proses belajar berjalan optimal.

Lanjut Anom, leap learning juga sangat berarti bagi anak ketika sakit. Bukan berarti saat sakit harus langsung diberikan pertolongan pertama ke dokter atau langsung meminum obat, tapi ada langkah mujarab dan sederhana yang bisa mengatasi sakit terssebut. “Caranya cukup sederhana dan semua orang bisa melakukan. Cukup dekap si anak, belai dengan penuh kasih sayang dan bacakan berita,” terang Anom yang merawat Kalyani, putri semata wayangnya dengan cara tersebut sambil terus memberikan banyak air putih.

Begitu juga dengan masalah yang terjadi pada keluarga. Sang anak jangan sampai melihat bahkan mendengar pertengkaran tersebut. Bagi Wulan, psikolog, anak akan mudah menyerap informasi apapun yang terjadi di sekitarnya. Termasuk dengan cek cok antar orang tua. “Masalah yang timbul pada keluarga akan memengaruhi kondisi psikologis anak di saat kecil dan dewasa,” kata Wulan yang menerangkan concentration disorder pada anak.

Metode Belajar
Metode pendidikan anak usia dini (PAUD) yang disarankan pada balita (bayi di bawah umur lima tahun) harus disesuaikan dengan umurnya. Meski belum dapat membaca, sang anak harus dirangsang untuk senang dengan bacaan. Buku dengan visual yang menarik dapat menjadi acuan dalam pendidikan belajar anak balita, terutama bagi pasangan baru.

Misal, belajar hitung-hitungan tidak langsung diberikan berupa kata-kata mutlak seperti angka 1 hingga 10. Sang anak akan lebih tertarik pada hitungan saat ditunjukkan gambar benda (buah, hewan, bunga, dsb) dengan jumlah tertentu. Jumlah ini langsung mengacu pada angka. Kemudian buku-buku bersifat tebakan (buku bersirip) yang dapat dibuka dan ditebak sesuai gambar di depannya. Buku ilustrasi penuh warna juga akan merangsang kreativitas anak juga akan merangsang kesadaran dengan cerita. Saat membuka buku, orang tua bisa membacakan apapun di buku tersebut sambil bercerita baik dongeng, cerita keluarga, dan lain-lain.

Bagi Alit Setiari (27) pun tidak segan mengajarkan anak pelajaran yang positif semampunya. Pelajaran bahasa Inggris langsung diucapkan kepada anaknya meski kini belum genap berusia satu tahun. Saat usia anak di bawah 10 tahun, kemampuan anak untuk menyerap lima bahasa mudah dilakukan. Meski anak belum bisa mengucapkan secara pasti kosakata dalam bahasa masing-masing, otak anak akan memprogram sesuai kemampuannya nanti saat anak kembali belajar bahasa asing. “Saya ingin menanamkan bahasa Inggris selain bahasa ibu (bahasa Indonesia) sehari-hari kepada anak,” ujar Alit yang bersuamikan  tukang masak di sebuah hotel di Bali.

Tambah psikolog Wulan, di dalam otak ada sebuah tempat bernama Brocha Area yang dapat menyimpan kemampuan berbahasa anak. Di atas usia 10 tahun, area tersebut akan menutup. “Saat anak tidak diajarkan kebiasaan positif di masa kecil, di usia dewasanya akan terjadi gangguan konsentrasi (concentration disorder),” tambah Wulan.