Senin, 03 Maret 2014

Subsidi BBM Sumber Kejahatan Ekonomi

Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi sumber kejahatan ekonomi di masa mendatang. Dengan anggaran subsidi BBM yang lebih besar, anggaran untuk membenahi infrastruktur menjadi lebih sedikit.

Padahal untuk membeli BBM, Pemerintah juga harus rela berhutang dan menyebabkan defisit negara meningkat. Ia menganggap Pemerintah harus segera membenahi struktur anggaran agar lebih berkelanjutan di masa mendatang.

"Anggaran subsidi BBM itu sudah tidak masuk akal. Anggaran itu lebih besar dari subsidi infrastruktur. Itu sudah kejahatan ekonomi," kata Faisal di Jakarta, Minggu (2/3).

Ia menilai dengan minimnya anggaran infrastruktur, Pemerintah tidak bisa membenahi jalan rusak, pelabuhan yang sempit, membangun infrastruktur kereta api, jembatan dan sarana infrastruktur lain yang bisa menekan tingginya biaya barang.

"Ibaratnya, anggaran infrastruktur itu seperti vitamin. Sedangkan anggaran subsidi BBM itu racun. Ini malah anggaran untuk racun lebih besar dari pada anggaran vitamin. Subsidi BBM itu sableng," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran subsidi BBM per akhir 2013 sebesar Rp 210 triliun, naik 105,1 persen melampaui pagu APBN Perubahan 2013 sebesar Rp 199 triliun. Sedangkan anggaran infrastruktur tahun ini hanya Rp 188,7 triliun, naik 4,4 persen dibandingkan anggaran 2013.

Kenaikan Harga BBM

Salah satu cara untuk menekan angka anggaran subsidi BBM yang terus meningkat adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, Pemerintah saat ini dinilai tidak akan berani untuk menaikkan harga BBM karena akan mengganggu perekonomian, seperti risiko inflasi dan mengantisipasi kekisruhan menjelang pemilu.

"Partai politik (pemegang kekuasaan Pemerintah) saat ini tidak akan berani menaikkan harga BBM. Hampir mustahil kalau mereka mau (menaikkan harga BBM)," katanya.

Ia menilai menaikkan harga BBM menjelang pemilu adalah kecerobohan dan bisa berakibat partai penguasa Pemerintah menjadi bisa tidak dipilih kembali dalam pemilu mendatang. "Harga itu sensitif buat pemilu. Makanya harga di seluruh dinia menjelang pemilu akan distabilkan. Dengan harapan, mereka akan terpilih lagi," katanya.

Namun dengan besarnya volume impor BBM dan impor minyak mentah serta anggaran subsidi BBM seiring dengan lonjakan permintaan sepeda motor dan mobil tidak diimbangi dengan kebijakan Pemerintah membangun kilang minyak di dalam negeri atau segera menaikkan harga BBM bersubsidi. "Ini hanya menciptakan bom waktu buat pemimpin di masa mendatang," katanya.

Subsidi Tidak Jahat
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai langkah Pemerintah menghapus subsidi harga BBM tidak tepat. Sebab subsidi dinilai tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Direktur Investigasi Dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi mengatakan, subsidi adalah prinsip atau bagian tugas dari negara untuk membantu rakyat miskin. Siapapun yang punya kebijakan untuk menghapus subsidi bisa dinilai anti rakyat dan tidak memiliki rasa kemanusian.

"Subsidi tidak jahat, tidak mengerogoti APBN. Tetapi, diperuntukkan bagi peningkatan ekonomi rakyat. Dari pada korupsi yang pelan-pelan, pasti bisa menggerogoti APBN," katanya.

Namun ia mengingatkan ke Pemerintah agar memangkas mafia BBM sehingga publik akan percaya kenaikan harga BBM murni untuk menyehatkan APBN. Pemerintah dinilai juga harus mengetatkan anggaran agar kementerian tidak boros dan korupsi.

Tidak ada komentar: