Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, anggaran subsidi bahan
bakar minyak (BBM) menjadi sumber kejahatan ekonomi di masa mendatang.
Dengan anggaran subsidi BBM yang lebih besar, anggaran untuk membenahi
infrastruktur menjadi lebih sedikit.
Padahal untuk membeli BBM, Pemerintah juga harus rela berhutang dan
menyebabkan defisit negara meningkat. Ia menganggap Pemerintah harus
segera membenahi struktur anggaran agar lebih berkelanjutan di masa
mendatang.
"Anggaran subsidi BBM itu sudah tidak masuk akal. Anggaran itu lebih
besar dari subsidi infrastruktur. Itu sudah kejahatan ekonomi," kata
Faisal di Jakarta, Minggu (2/3).
Ia menilai dengan minimnya
anggaran infrastruktur, Pemerintah tidak bisa membenahi jalan rusak,
pelabuhan yang sempit, membangun infrastruktur kereta api, jembatan dan
sarana infrastruktur lain yang bisa menekan tingginya biaya barang.
"Ibaratnya, anggaran infrastruktur itu seperti vitamin. Sedangkan
anggaran subsidi BBM itu racun. Ini malah anggaran untuk racun lebih
besar dari pada anggaran vitamin. Subsidi BBM itu sableng," katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, anggaran subsidi BBM per
akhir 2013 sebesar Rp 210 triliun, naik 105,1 persen melampaui pagu APBN
Perubahan 2013 sebesar Rp 199 triliun. Sedangkan anggaran infrastruktur
tahun ini hanya Rp 188,7 triliun, naik 4,4 persen dibandingkan anggaran
2013.
Kenaikan Harga BBM
Salah satu cara untuk menekan angka
anggaran subsidi BBM yang terus meningkat adalah menaikkan harga BBM
bersubsidi. Namun, Pemerintah saat ini dinilai tidak akan berani untuk
menaikkan harga BBM karena akan mengganggu perekonomian, seperti risiko
inflasi dan mengantisipasi kekisruhan menjelang pemilu.
"Partai politik (pemegang kekuasaan Pemerintah) saat ini tidak akan
berani menaikkan harga BBM. Hampir mustahil kalau mereka mau (menaikkan
harga BBM)," katanya.
Ia menilai menaikkan harga BBM menjelang
pemilu adalah kecerobohan dan bisa berakibat partai penguasa Pemerintah
menjadi bisa tidak dipilih kembali dalam pemilu mendatang. "Harga itu
sensitif buat pemilu. Makanya harga di seluruh dinia menjelang pemilu
akan distabilkan. Dengan harapan, mereka akan terpilih lagi," katanya.
Namun dengan besarnya volume impor BBM dan impor minyak mentah serta
anggaran subsidi BBM seiring dengan lonjakan permintaan sepeda motor
dan mobil tidak diimbangi dengan kebijakan Pemerintah membangun kilang
minyak di dalam negeri atau segera menaikkan harga BBM bersubsidi. "Ini
hanya menciptakan bom waktu buat pemimpin di masa mendatang," katanya.
Subsidi Tidak Jahat
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
(FITRA) menilai langkah Pemerintah menghapus subsidi harga BBM tidak
tepat. Sebab subsidi dinilai tidak membebani Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Menurut Direktur Investigasi Dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi
mengatakan, subsidi adalah prinsip atau bagian tugas dari negara untuk
membantu rakyat miskin. Siapapun yang punya kebijakan untuk menghapus
subsidi bisa dinilai anti rakyat dan tidak memiliki rasa kemanusian.
"Subsidi tidak jahat, tidak mengerogoti APBN. Tetapi, diperuntukkan
bagi peningkatan ekonomi rakyat. Dari pada korupsi yang pelan-pelan,
pasti bisa menggerogoti APBN," katanya.
Namun ia mengingatkan ke
Pemerintah agar memangkas mafia BBM sehingga publik akan percaya
kenaikan harga BBM murni untuk menyehatkan APBN. Pemerintah dinilai juga
harus mengetatkan anggaran agar kementerian tidak boros dan korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar