Investor asing siap masuk untuk berinvestasi di Indonesia. Saat ini investor tersebut masih menunggu hasil pemilihan umum (pemilu) April dan Juli mendatang, terutama menunggu pemimpin baru Indonesia.
Managing Director of Global Market HSBC Ali Setiawan mengatakan, salah satu investor asing yang menunggu hasil pemilu Indonesia adalah Jepang. “Tapi selain itu, banyak investor asing yang mempertanyakan bagaimana sosok Joko Widodo (Jokowi), apakah dia benar-benar bersih dari hal-hal seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),” kata Ali di Jakarta, Kamis (20/3).
Ia menilai, sosok Jokowi yang saat ini dicalonkan sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ditunggu pasar. Selama kepemimpinan di Solo, pelaku pasar sudah mencermati rekam jejak Jokowi sebagai salah satu wali kota terbaik dunia. “Jokowi hingga saat ini memang dinilai positif, namun pengaruh positifnya akan pudar jika hal-hal yang dikhawatirkan pasar terjadi,” tuturnya.
Ali menganggap masyarakat Indonesia menaruh harapan besar terkait pencapresan Jokowi. Masyarakat menilai sosok Jokowi akan bisa memberikan warna baru bagi perekonomian Indonesia.
“Baik masyarakat umum ataupun pebisnis pada intinya menaruh harapan, apakah dia mampu memimpin 250 juta jiwa. Ini tantangan Jokowi. Padahal, banyak yang mempertanyakan kesanggupannya memimpin Jakarta,” tuturnya.
Perbaiki Masalah
Head of Global Trade and Receivable Finance HSBC Indonesia Nirmala Salli mengatakan, pemerintahan yang baru diharapkan memiliki kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Salah satunya mendorong pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan dan jalan.
“Investor sangat ingin investasi di sini karena jumlah penduduk kita terbesar keempat menjadi daya tarik bagi para investor. Tapi investor asing juga mencermati masalah infrastruktur, tarif dasar listrik (TDL) dan upah minimum regional (UMR),” katanya.
Masalah itu, kata Nirmala, menjadi pertimbangan para pebisnis dan investor karena TDL dan UMR sering naik setiap tahun. Belum lagi buruh yang sering melakukan demo dan mogok kerja untuk meminta kenaikan UMR. “Perlu ada ketetapan untuk kedua tarif ini,” katanya.
Tertinggal dari Timor Leste
Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, Indonesia perlu pemimpin tegas terutama dalam hal perekonomian. Saat ini, perekonomian Indonesia mulai tertinggal dari Timor Leste. Padahal negara itu pernah menjadi bagian dari Indonesia. Pendapatan per kapita Timor Leste sudah sebesar US$ 3.620 sejak tahun 2012. Indonesia baru mencapai US$ 3.420.
“Timor Leste menduduki peringkat 133 sebagai negara lower middle income. Indonesia hanya di posisi 137. Hal itu menunjukkan Timor Leste memiliki tingkat pertumbuhan kesejahteraan masyarakat yang jauh lebih cepat dari Indonesia. Kita sudah 60 tahun lebih merdeka begini-begini saja. Ada yang salah dengan kinerja pemerintah kita,” kata Faisal.
Akar permasalahan dari tersainginya perekonomian dalam negeri terhadap Timor Leste disebabkan tidak berdaulatnya pemimpin negara. Hal itu dapat terlihat dengan seringnya terjadi asinkronisasi kebijakan dalam tubuh pemerintah itu sendiri. Rencana pembangunan selalu banyak hambatan.
“Semua punya kepentingannya masing-masing dan tidak ada yang bawa kepentingan rakyat. Tidak jelas arah pembangunan kita. Nanti mau hemat BBM tapi juga mau jual mobil murah. Kacau koordinasinya,” tutur Faisal.
Salah Kebijakan
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) melihat penguasa saat ini kerap menyulitkan rakyat. Hal itu dapat dilihat dari kebijakan perekonomian seperti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate). Padahal dampaknya bisa ke kenaikan bunga pinjaman dan investasi menurun.
“Jangan heran kalau pengusaha dalam negeri ramai-ramai cari pinjaman modal di Singapura. Tingkat suku bunga di sana rendah, tidak lebih dari 2 persen. Bank sentral di sini justru menaikkan. Itu malapraktik,” kata JK.
JK menilai salah besar jika pemerintah mau mengendalikan inflasi namun tetap menaikkan suku bunga acuan. “Itu namanya lagi usaha turunkan inflasi dengan cara menambah inflasi. BI rate naik ya bunga pinjaman naik. Akhirnya pengusaha menaikkan harga produksinya,” katanya.
Mengenai Pilpres 2014, JK mengimbau agar masyarakat memilih pemimpin yang cepat tanggap terhadap persoalan ekonomi dalam negeri. Terlebih pada 2015 akan dibuka perdagangan bebas sesama negara ASEAN.
“Jika pemerintah yang berkuasa selanjutnya tidak cepat tanggap, perdagangan domestik akan babak belur,” kata JK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar