Selasa, 04 Maret 2008

Tutup Tahun Ala Clubbers Transeksual (1)

Kuta diguyur hujan lebat dan angin kencang menjelang perayaan malam pergantian tahun. Suasana jalan Imam Bonjol menuju Kuta terlihat sedikit lengang meski ada rombongan remaja sambil mengendarai motor dan membunyikan terompet.

Hujan yang mengguyur kota sejak pukul 11 malam baru bisa berhenti sekitar pukul 01.30 wita. Pertigaan jalan Patih Jelantik – Legian menuju Ground Zero terpaksa ditutup oleh dua sepeda motor polisi. Sebagian pengunjung yang ingin merayakan sisa tahun baru di Kuta memberanikan diri memecah jalan yang ditutup tersebut di tengah banjir setinggi mata kaki. Pengguna jalan banyak yang menyerobot balik arah ke utara karena banjir makin tinggi. “Saya sedang menunggu teman. Jalan menuju Ground Zero banjir setinggi lutut. Saya terpaksa naik di trotoar jalan menuju ke sini. Di trotoar saja air masih setiggi setengah lutut. Untung polisi diam saja meski saya melawan arus jalan,”kata Yanuar (22) asal Jakarta.

Hujan sedikit reda menjelang pukul dua pagi. Ditemani seorang gay, Inank (bukan nama sebenarnya, 24 tahun), menemani saya makan malam di Mc Donald Kuta. Hanya mengambil paket panas seharga Rp 17.000, cowok yang sudah melakukan profesi ini sejak 2003 lalu bercerita tentang masa lalunya.

Akhir 2003 menjadi sejarah tak terlupakan bagi Inank. Akibat diajak teman kuliah tiap malam minggu ke Kudos (pusat hiburan kaum gay di jalan Abimanyu Seminyak), Inank malah ketagihan main ke situ. Awalnya sempat risih tatkala harus dikuntit oleh bule dan warga lokal menuju ke toilet. Bule dan warga lokal yang gay tersebut menepuk pantat, memegang puting susu, memegang area Mr P seraya memeluk dari belakang dan memegang leher. “Karena saya tolak, dua orang itu pun langsung pergi,”kenangnya.

Untuk memasuki pusat hiburan kaum gay ini pengunjung akan dikenakan tarif Rp 30.000. Jika ada kegiatan atau party khusus, harga tiket masuk bisa melonjak Rp 60.000 hingga Rp 100.000. Karena tidak membawa kartu VIP Kudos, saya batal diajak memasuki pusat “jajanan” kaum lelaki transeksual tersebut.

Ngobrol santai dilakukan di dekat Circle K 56. Jalan Abimanyu masih disesaki pengunjung yang habis party, entah di Kudos, Q Bar, Bahiana atau pusat hiburan lain di kawasan tersebut. Inank mulai menceritakan ciri-ciri kaum transeksual itu. “Ciri utamanya ada tindik di telinga sebelah kiri, kaos warna hitam putih atau warna menyolok, modis dan biasa berpegangan tangan atau jalan beriringan (untuk pasangan gay atau biasa disebut couple),”ujarnya sembari menunjuk seseorang sebagai contoh.

Waktu telah menunjukkan pukul empat pagi. Suasana Kudos sudah mulai terlihat lengang. Hanya tinggal beberapa orang yang sedang dugem ditemani musik disko dan lampu warna-warni.  Setiap hari bahkan akhir pekan atau malam liburan, Kudos dijadikan tempat pertemuan para kucing (istilah bagi para kaum gay untuk menyebut pasangannya).

Tak jarang beberapa kucing ini melakukan ciuman, pegang-pegangan bahkan seks di tengah temaram ruangan Kudos. Di toilet Kudos, pengelola biasa menyediakan kondom beragam merek. Terlebih jika ada kegiatan atau pesta besar (akhir pekan, liburan tahun baru atau liburan nasional lainnya) atau saat ada sponsor kondom. “Di toilet ini banyak juga kucing yang making love (ML) dengan pasangannya,”katanya.

Beragam kegiatan juga marak digelar oleh Kudos. Tarian striptease cowok bahkan hampir selalu digelar tiap malam minggu. Cowok-cowok judi (jual diri) ini sengaja hanya memakai G string tipis atau bahkan tanpa sehelai kain apapun alias bugil. Bak seorang penari Ledek, cowok “judi” tersebut menanti saweran minimal Rp 50.000 yang biasa diselipkan di G String-nya atau dengan sambutan tangannya.

Tatkala libur panjang seperti malam tahun baru, Kudos juga ramai oleh pengusaha, kaum eksekutif bahkan artis ibu kota untuk menghabiskan masa liburannya di sini. Bahkan Ivan Gunawan, Oscar Lawalata, dan desainer terkemuka ibu kota lainnya sengaja membuat disain busana khusus bagi kaum gay atau waria di sini.

Selepas mengadakan kesepakatan transaksi atau pertemuan singkat dengan tarif Rp 200.000 ke atas untuk sekali main, kaum kucing ini lantas langsung pergi ke Double Six Club di jalan Pantai Double Six untuk mengadakan pesta selanjutnya. Kegiatan tersebut juga dirangkai dengan dugem  karena musik di tempat tersebut sangat cocok dengan jiwa para kucing ini. Karakteristik house musik diiringi disc jockey (dj) akan membuat  prestice kaum kucing terangkat. Karena yang bisa memasuki Double Six Club hanyalah orang borjuis atau dengan kantong tebal. Apalagi ditambah permainan bungy jumping yang turut menyemarakkan arena. “Saat saya masih punya kucing bule, dompet saya selalu terisi penuh. Kiriman paling tinggi yang pernah saya terima adalah Rp 5 juta,”jelasnya yang selalu habis untuk clubbing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar