Rabu, 05 Maret 2008

Ogoh-Ogoh Atribut Punk


Pawai ogoh-ogoh saat pengerupukan (sehari sebelum Nyepi) tak hanya didominasi oleh kaum dewasa. Buktinya masih banyak anak-anak yang sengaja ikut memeriahkan pawai tersebut dengan membuat ogoh-ogoh mini ala mereka.

Salah satunya adalah di Kelurahan Sesetan, Denpasar. Warga tersebut sengaja membuat Lomba Ogoh-Ogoh dengan peserta anak-anak. Ogoh-ogoh ini akan diarak di Lapangan Pegok, Denpasar Selatan, Kamis sore hingga malam menjelang pengerupukan.

Menurut Kadek Adhi Indrayana, ketua panitia acara lomba tersebut mengatakan jumlah peserta yang sudah mendaftar adalah 31 kelompok. Jumlah ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 16 kelompok ogoh-ogoh. Untuk peserta lomba dibatasi maksimal berusia 16 tahun.

Karena tema bebas, maka banyak peserta yang membuat tema sesuai kreativitas masing-masing. Meski begitu semangat ogoh-ogoh yang mencerminkan raksasa jahat (Bathara Kala) masih mendominasi bentuk ogoh-ogohnya. Tak hanya diambil dari cerita pewayangan seperti Mahabaratha dan Ramayana, anak-anak banyak yang mengubah bentuk ogoh-ogoh menjadi ogoh-ogoh punk lengkap dengan aksesorisnya. “Anak-anak cenderung ekspresif dibandingkan dengan orang dewasa. Makanya mereka membuat tokoh ala mereka sendiri,” jelas Adhi.

Menurut Kadek Agus Astika Putra (8) yang ditemui saat menunggu ogoh-ogoh kreasinya di jalan Sesetan Denpasar ini mengatakan ogoh-ogoh tersebut adalah ciptaan dari 20 orang teman dekatnya dibantu orang tua masing-masing. Bentuk raksasa mini yang berbentuk anak muda gaya punk dengan rambut jabrik dan aksesoris rantai ini sudah dibuat sebulan lalu. “Saya suka musik dan membuat ogoh-ogoh seorang pemusik, salah satunya adalah punk,” ujar Agus sambil mengacungkan ibu jari, telunjuk dan jari kelingking khas anak punk.

Bahkan orang tua mereka pun rela menyumbang demi terwujudnya keinginan anak dalam memeriahkan malam pengerupukan. Untuk membuat satu ogoh-ogoh tersebut biasanya paling sedikit membutuhkan biaya satu juta. Itu pun tergantung bahan dan aksesoris penunjangnya. “Saya ingin melestarikan tradisi yang sudah lama ada pada anak-anak. Kegiatan ini sangat bermakna melawan kekuatan jahat dan besok (hari Jumat pada saat Nyepi) adalah saat yang paling baik untuk mawas diri, bagaimana perilaku kita selama ini,” tambah Kadek Suardana, ayah Agus Astika Putra yang sedang merampungkan aksesoris baik lampu ataupun penataan musik. Ikutan nonton yukkk!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar