Toyota memeringatkan laba bersih tahunan akan turun sepertiga akibat penguatan yen dan pelambanan pertumbuhan China dan pasar negara berkembang.
Penurunan laba pertama kali bagi Toyota sejak lima tahun terakhir ini diperkirakan mencapai 1,5 triliun yen (US$ 13,8 miliar) untuk tahun keuangan yang berakhir Maret 2017.
Laba tersebut turun 35 persen dari rekor laba bersih yang dicapai sebelumnya 2,31 triliun yen. Penjualan tahun ini juga akan turun hampir tujuh persen meski Toyota mengharapkan mampu menjual lebih banyak unit secara global.
Presiden Toyota Akio Toyoda mengatakan, penurunan laba tidak memerhitungkan dampak penutupan pabrik terkait gempa mematikan di Jepang bulan lalu. Penurunan hanya disebabkan penguatan yen karena Toyota juga banyak melakukan bisnis di luar negeri.
“Penguatan pendapatan selama beberapa tahun terakhir juga didorong nilai tukar. Tapi kami menyadari kecenderungan ini telah berubah signifikan,” katanya.
Yen telah melemah tajam sejak akhir 2012 ketika Perdana Menteri Shinzo Abe meraih kekuasaan dan berjanji meningkatkan perekonomian yang tumbuh lamban.
Kenaikan pendapatan bagi Toyota dan perusahaan automotif lainnya seperti Honda dan Nissan hanya diuntungkan dari repatriasi dana asing yang mengimbangi pelemahan yen.
Beberapa bulan terakhir pasar ekuitas stabil sehingga mendorong investor menyimpan mata uang sebagai investasi yang aman.
“Penjualan di Amerika Utara yang kuat dan keuntungan dari kurs mata uang menjadi keuntungan bagi industri automotif Jepang ini tahun lalu. Namun sekarang telah berubah,” kata analis SMBC Friend Research Center Shigeru Matsumura.
Toyota juga akan membeli kembali saham (buyback) sekitar 500 miliar yen. Tujuannya ingin memerkuat kinerja dan mengatur dominasi kekuasaan pemegang saham.
Saat ini, penjualan periode terbaru naik di pasar utama seperti Amerika Utara namun turun di Jepang, Eropa, dan Asia. “China dan negara-negara berkembang lainnya menunjukkan risiko pelambanan,” kata Toyoda.
Permintaan mobil Jepang di Amerika Serikat meningkat karena suku bunga rendah meski kemungkinan kenaikan suku bunga tahun ini bisa meredam penjualan.
Pelemahan permintaan di pasar negara berkembang seperti Thailand dan Indonesia juga mengancam laba bersih perusahaan.
Perusahaan dan produsen mobil lainnya saat ini juga masih bergulat dengan biaya terkait skandal besar pemasok kantong udara (airbag) Takata.
Hingga kini skandal tersebut menewaskan 13 orang dan puluhan orang luka-luka secara global. Masing-masing produsen kendaraan menarik unitnya karena tak ingin mengecewakan pelanggan.
Analis Rakuten Securities Yasuo Imanaka mengatakan, dampak keuangan bagi produsen mobil Jepang akan relatif kecil. Industri ini masih menghadapi jalan berbatu.
“Apresiasi yen baru-baru ini menjadi perhatian. Namun permintaan yang meningkat di Amerika Utara bisa menjadi momentum. Apalagi pasar domestik stagnan dan begitu juga penjualan di negara berkembang. Ini akan menjadi tahun yang sulit,” katanya.
Sumber: AFP
via didikpurwanto.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar