Rabu, 24 Agustus 2016

QCC, Resep Toyota Kuasai Dunia

Manajemen Toyota dan perwakilan Kompas Gramedia berfoto bersama saat peluncuran buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti di Gedung Kompas Gramedia di Jalan Palmerah Barat Jakarta, Selasa (16/8). Foto: Dokumen Didik Purwanto

Manajemen Toyota dan perwakilan Kompas Gramedia berfoto bersama saat peluncuran buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti di Gedung Kompas Gramedia di Jalan Palmerah Barat Jakarta, Selasa (16/8). Foto: Dokumen Didik Purwanto

Ada satu hal penting yang menjadi alasan utama pelanggan tetap setia dengan satu merek yakni kepuasan saat menggunakan merek tersebut.

Pelanggan yang puas akan memilih merek yang sama pada saat pembelian berikutnya. Biasanya, pelanggan akan menceritakan pengalamannya yang berkesan kepada orang lain di sekitarnya.

Akhirnya, ada orang lain tertarik dan produsen mendapatkan pelanggan tambahan. Salah satu misi Toyota Indonesia yakni mendorong pelanggan atau pembeli mobil tersenyum puas.

Dua hal yang mendorong pelanggan puas, yakni kualitas mobil sesuai dengan harga yang dibayarkan dan apakah mobil tersebut sampai ke pelanggan tepat waktu.

Toyota Indonesia selalu berupaya menjaga mutu untuk mempertahankan pelanggannya. Kesalahan kecil yang dibuat karyawan Toyota Indonesia akan memengaruhi pelanggan. Ibarat peribahasa, nila setitik rusak susu sebelanga.

Nah, hal-hal tersebut yang akan memengaruhi produk, termasuk produsen. Jika pelanggan menemukan cacat sekecil apa pun akan memicu kepercayaannya terhadap produk menjadi menurun.

Pelanggan yang sudah membayar harga produk menjadi kecewa. Akhirnya, kekecewaan itu dapat memicu pelanggan beralih ke produk lain.

Untuk mempertahankan kualitas produk, maupun jasa, Toyota Indonesia berani membeberkan rahasia dapurnya untuk bisa kita contek dan kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Itulah yang disajikan dalam buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia Perubahan Tiada Henti. Sebuah buku tentang strategi membangun manusia sebelum membuat produk.

Buku yang ditulis wartawati Kompas, Joice Tauris Santi beserta tim penulis yang terdiri atas 14 orang ini menyuguhkan semangat untuk membuat tidak hanya produk bermutu tinggi namun juga kemampuan untuk secara konstan memperbaiki sistem produksi dan proses pembuatan produk tersebut.

Suasana diskusi peluncuran buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti di Gedung Kompas Gramedia di Jalan Palmerah Barat Jakarta, Selasa (16/8). Foto: Dokumen Didik Purwanto

Suasana diskusi peluncuran buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti di Gedung Kompas Gramedia di Jalan Palmerah Barat Jakarta, Selasa (16/8). Foto: Dokumen Didik Purwanto

Tapi apakah QCC tersebut?

Sebenarnya, Toyota Motor Corporation, salah satu pemegang saham Toyota Indonesia telah mengembangkan sistem pengendalian mutu yang dikenal dengan Toyota Production System (TPS).

Lantas TPS diimplementasikan dalam kegiatan Quality Control Circle (QCC) atau gugus kendali mutu. Selain untuk menjaga mutu, QCC juga merupakan sarana efektif untuk membangun sumber daya manusia (SDM).

Cara ini juga diperkenalkan Toyota Indonesia dengan menggairahkan moto, we make people before we make product. Strategi tersebut yang menjadi kunci kesuksesan Toyota di berbagai dunia.

Ini bisa terlihat dari Toyota Indonesia tidak hanya cukup mempertahankan pangsa pasar tapi juga harus dapat merebut hati pelanggan dengan beragam budaya di seluruh dunia.

Namun tidak semua pelanggan tahu rahasia di balik dapur tersebut. Pelanggan tahunya, produk bagus dan barang pesanan sampai. Kalau ada masalah, keluhan langsung bisa disampaikan dan masalah selesai.

Di buku tersebut ternyata semua SDM Toyota terlibat, mulai dari pimpinan tertinggi hingga level operasional untuk menjamin kualitas mutu poduk maupun jasanya.

QCC di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak 1980-an yang diperkenalkan di pabrik-pabrik di Indonesia, khususnya yang berafiliasi dengan Jepang. QCC diterapkan di Toyota Indonesia pada 1981, khususnya di PT Multi Astra dan PT Toyota Mobilindo.

Pemerintah saat itu pun telah menyusun gugus kendali mutu (GKM) dengan keterlibatan hingga 9.472 GKM dari 185 perusahaan, termasuk 32 industri kecil di Indonesia. Sejak 2006-2015 juga terjadi peningkatan hingga 400 persen jumlah penyaji GKM atau QCC ini.

Bahkan Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew, sempat menyuarakan kegelisahannya terkait keahlian pekerja Singapura yang belum setaraf dengan Jepang.

“Pekerja di sini tidak sebangga atau memiliki keahlian di bidangnya dibandingkan dengan Jepang dan Jerman,” katanya.

Lee pun berguru kepada perusahaan-perusahaan Jepang yang aktif di Singapura terkait gerakan produktivitas. Dampaknya, Singapura menjadi peringkat kedua dari 139 negara terkait indeks daya saing global pada 2011-2012 berkat efektivitas perbaikan produktivitas tingkat nasional. Tentunya bersumber dari implementasi QCC tersebut.

Deputi Program Direktur untuk Pendidikan, Riset, dan Kemahasiswaan Program Vokasi Universitas Indonesia, Padang Wicaksono mengatakan, QCC yang terinspirasi dari filosofi Kaizen (perubahan secara terus menerus) akan meningkatkan produktivitas sebagai suatu bangsa besar.

Masalahnya, budaya Kaizen belum dimiliki bangsa Indonesia karena budaya kita lebih menekankan hasil serba cepat (instan). Padahal Kaizen menekankan kesabaran, daya tahan, dan orientasi penyempurnaan suatu proses sehingga menghasilkan keluaran (output) yang berprinsip harus lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Semangat Kaizen melalui aktivitas QCC ini sangat perlu diperkenalkan kepada siswa dan mahasiswa agar memahami cara memecahkan masalah secara sistematis. Cara ideal untuk mengajarkannya bisa melalui penerapan kurikulum pendidikan sejak dini.

Toyota Indonesia mencontohkan penerapan QCC pada lingkungan sekolah. Misalnya menurunkan tingkat kehilangan pulpen pada murid laki-laki atau urusan biaya penggunaan air pada toilet wanita (terkait flush) di kantor Toyota yang mampu menghemat hingga Rp 22 juta per tahun.

Memang terlihat kecil kalau melihat angka tersebut. Namun dari penghematan sekecil apa pun akan berdampak ke perusahaan. Imbasnya ke kepuasan konsumen.

QCC ini selain menekankan kemampuan seluruh SDM untuk memecahkan masalah bersama juga terkait ide-ide kreatif demi kemajuan diri dan perusahaan.

Ke depan, bangsa yang sukses bukan mereka yang menguasai sumber daya alam semata, namun mereka yang memiliki ide-ide kreatif.

Untuk bisa menerapakan QCC tersebut, Toyota Indonesia menyarankan membuat forum diskusi sekitar 5-7 orang untuk menggali masalah dan menyelesaikannya.

Di buku tersebut akan dipaparkan langkah-langkah persiapan QCC hingga penerapannya mulai di halaman 82, 123, 125, dan 132 disertai teknik dan diagram.

Apakah ada yang gagal menerapkan QCC? Di halaman 90 dipaparkan pengalaman Bapak Hamdani di bagian operator maintenance yang kesulitan pertama kali menerapkannya. Namun dengan trik-triknya, kita bisa belajar menerapkan QCC secara mudah.

Buku setebal 135 halaman ini cukup ringkas membahas QCC dan seluk beluknya meski hanya membahas sedikit rahasia dapur sukses Toyota Indonesia.

Namun dengan semangat tersebut, produsen yang membuat produk atau jasa ataupun individu yang ingin berubah diharapkan mampu menerapkan QCC dengan filosofi Kaizen itu.

Buku ini juga dilengkapi foto dokumentasi Toyota dalam menerapkan QCC. Begitu juga komentar petinggi hingga karyawan paling rendah.

Untuk kesimpulan per bab juga diberikan kemudahan dengan membaca hanya pada halaman berwarna merah gelap.

Kompasianer mendapatkan buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti. Foto: Dokumen Didik Purwanto

Kompasianer mendapatkan buku 25 Tahun Perjalanan QCC Toyota Indonesia: Perubahan Tiada Henti. Foto: Dokumen Didik Purwanto

Namun saya cukup terganggu karena menemukan tulisan typo yang cukup banyak meski tidak fatal. Misalnya mengantikan (hal 9), berbaikan (12), meyimpulkan (22), penulisan ganda kata untuk (28), mempersentasikan (34), perhimpinan (37), kalimat pertama membingungkan di halaman 50, supir (60), serta kata dana (66) yang mungkin seharusnya dan.

Selain itu, mengunakan (74), menggerakan (86), menunjukan (87), bertidak (94), panganan (97), dirancangan (103, menganggu (106), mengunakan (108), aktifitas (110), penganggu (115), indentifikasikan (125), dan efektifitas (126).

Terkait QCC juga diulang hampir satu paragraf di paragraf terakhir halaman 91, paragraf ketiga di halaman 93, dan kembali diulang di halaman 95.

QCC dengan semangat filosofi Kaizen diharapkan mampu mendorong perbaikan dan menjadi sikap hidup. Perbaikan harus tetap dilakukan meski kecil. Tapi jika dilakukan terus menerus akan menghasilkan perubahan dramatis.

QCC juga diharapkan mampu mengubah paradigma di perusahaan bahwa setiap orang adalah pemimpin, terutama pemimpin untuk dirinya sendiri.

Perubahan itu keniscayaan, terutama perubahan menjadi lebih baik. Mereka yang enggan berubah akan tergilas zaman. Dengan menerapkan QCC, kita akan menjadi siap sebagai bangsa yang berdaya tahan dan mampu bersaing menghadapi perubahan zaman.

Artikel ini pernah ditayangkan di Kompasiana.



via didikpurwanto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar