Jumat, 12 Agustus 2011

Topeng Monyet

Topeng Monyet
Matahari siang ini begitu terik. Awan tak sejenak berhenti untuk sekadar menutupi terik mentari. Angka penghitung mundur di lampu merah pun juga lama. Sementara mobil dan motor tetap menyala, mengeluarkan asap knalpot dan bunyi berisik yang mengganggu telinga.

Di bawah tiang lampu merah, duduk bersila seorang pemuda sekira 25 tahun sambil menundukkan muka. Meski terik, kepalanya pun dibiarkan  dibelai sinar mentari. Pakaiannya lusuh. Tangannya menarik-narik rantai yang diikatkan pada kepala seekor kera. Beda dengan tuannya, si kera yang memakai topeng malah asyik main kuda-kudaan atau sepeda motoran sambil mengelilingi tuannya.

Kali ini, pemuda tersebut enggan membawa gamelan kecil untuk mengiringi sirkus kera. Entah tidak punya atau tidak ingin membawa. Tapi dari muka pemuda itu, aku melihat seraut wajah sedih yang bakal mengundang iba orang lain yang memandangnya.

Dan dugaanku ternyata benar. Saat lampu lalu lintas sudah berganti warna hijau, sebuah mobil membuka kaca dan penumpang di dalamnya melemparkan uang kertas ke pemuda itu. Sekonyong-konyong pemuda itu langsung bangkit. Mukanya langsung ceria.

Aku pun berlalu meneruskan perjalanan. Di atas motor, aku berpikir,"Mengapa masih ada pemuda yang mau melakukan pekerjaan itu? padahal badannya juga masih tegap dan semua bagian tubuhnya masih lengkap.

Lalu, apakah untuk mengharap iba orang lain harus memasang muka memelas? apalagi demi untuk mendapatkan selembar kertas uang ribuan atau sekeping uang logam? Apakah harus mengekang kebebasan seekor hewan dan memanfaatkannya demi uang??? Entahlah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar