Hobi bisa membuahkan rezeki. Begitulah yang dilakoni Galih Pradipta yang menyukai desain interior.
Ketertarikannya pada furnitur memacunya belajar lebih dalam dengan bekerja di perusahaan kontraktor dan jasa interior. Di dunia kerja tersebut, pengetahuan yang diketahuinya di kampus diterapkan. Ia pun sering menerima ilmu-ilmu baru yang tak diajarkan di kampus.
“Saya mulai mengenal potensi pasar produk interior sejak bekerja. Dari situ saya punya ide membangun usaha sendiri,” katanya.
Namun untuk meloncat menjadi pengusaha dibutuhkan keyakinan dan modal besar. Saat itu ia belum yakin terkait jenis usahanya.
Tapi lelaki 25 tahun itu memberanikan diri memproduksi jam dinding dari piringan hitam. Kebetulan, keluarga banyak menyimpan koleksi piringan hitam yang tidak berfungsi dan hanya menumpuk di gudang.
Ia menilai, jam dinding dari piringan hitam bisa menjadi alternatif penghias ruangan. Selama ini ia melihat bentuk jam terlalu monoton. Di zaman teknologi, bentuk jam lebih monoton lagi karena hanya dikreasi dari digitalisasi jamnya saja.
Ia ingin menciptakan produk yang mampu bernilai seni. Sebenarnya, jam di mana saja sama. Fungsinya hanya menunjukkan waktu. “Tapi saya diajarkan, ruangan harus punya estetika dan keindahan. Jam dinding dari piringan hitam ini bisa memenuhi kriteria itu,” katanya.
Ia pun mulai mengumpulkan koleksi piringan hitam yang tak terpakai dan mulai mencari mesin jam dan material lain yang bisa memercantik jam dinding tersebut. Alat produksi yang paling mahal dibelinya yaitu pemotong piringan hitam. “Dari situ saya berniat membuat usaha jam dinding dari piringan hitam dengan nama Creavology,” katanya.
Awalnya, ia hanya menawarkan jam dinding ke teman-teman dan keluarga dekat. Ternyata respon mereka positif dan terus berkembang dari mulut ke mulut. Ia mengaku belum tertarik mengandalkan media sosial untuk mempromosikan produknya.
Ia justru lebih sering ikut pameran industri kreatif karena konsumen akan lebih memercayai kualitas produk dengan melihat langsung. “Selain pameran saya juga berupaya kerja sama dengan toko furnitur. Sekarang, produk sudah beredar di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya,” katanya.
Secara perlahan ia meningkatkan modalnya hingga Rp 50 juta untuk membeli piringan hitam bekas dari pasar bekas dan berbagai macam material yang dibutuhkannya. Sebulan ia mampu menjual sekitar 20 unit jam dengan harga jual Rp 100 ribu per unit bahkan lebih tergantung tingkat kesulitan.
Ia pun hanya mengambil untung sekitar 30 persen dari omzet. “Produk furnitur di pasar kerap mengambil untung hingga 100 persen. Tapi saya tidak ambil untung banyak karena masih awal usaha. Harapannya, usaha ini terus berkembang dan terus menguntungkan,” ujarnya.
Enam Bulan Tanpa Penjualan
Berwirausaha tentu banyak kendala. Namun lulusan S1 Universitas Trisakti ini justru menganggap kendala sebagai guru yang mampu mengajarinya menuju kesuksesan.
Awalnya, ia juga takut mulai berwirausaha karena menganggap belum cukup umur dan pengalaman. Tapi ia menilai ketakutan berwirausaha itu wajar karena selalu menghinggapi wirausahawan pemula.
“Kegagalan bukan berarti kita berakhir membangun usaha. Saya melihat kegagalan sebagai suatu tangga menuju prestasi yang lebih besar. Kita justru harus khawatir kalau tidak pernah gagal berarti tidak pernah memulai apa pun,” katanya.
Ia mengaku pernah mengalami masa pahit saat mengawali usahanya. Saat itu ia percaya diri bisa menyewa kios di sebuah pusat perbelanjaan padahal penjualan belum signifikan.
Alhasil, selama enam bulan menyewa kios tersebut tak ada penjualan sama sekali. “Saya nyaris bangkrut karena tidak punya modal lagi, apalagi biaya sewa kios di mal cukup mahal,” katanya.
Namun pengalaman pahit itu pun tak dianggapnya sebagai kegagalan. Ia justru terus mengikuti pameran dan penawaran kerja sama dengan berbagai pihak. Secara perlahan, usahanya mulai dikenal banyak orang.
Ia menilai, pengusaha harus mengenal produk yang dijual secara matang, baik dari aspek teknis maupun bisnis. Jangan sampai pengusaha tidak mengetahui apa yang dijual dan mengerti keinginan konsumen.
“Saya mengenal persis produk jam dinding ini. Jadi kalau ada keluhan dari konsumen, saya bisa atasi sendiri,” ujarnya.
Ia mengaku sangat berambisi membangun usaha menjadi produsen jam ternama seperti Rolex. Ia pun ingin mengenalkan Indonesia pada mata dunia. “Saya berharap bisa terus berinovasi pada industri jam. Kita harus bisa menyaingi Rolex. Jangan selalu bangga pada produk asing,” ujarnya.
Profil Pengusaha
Nama : Galih Pradipta
TTL : Jakarta, 6 Juni 1990
Pendidikan : S1 Arsitetuktur Trisakti
Hobi: Menggambar dan fotografi
Profil Usaha:
Nama: Creavology
Kontak: 0813 80840203
Alamat: Jalan Manunggal V, Parigi, Tangerang Selatan
via didikpurwanto.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar