Ekonom Samuel Asset Managemen Lana Soelistianingsih
mengatakan, investor asing belum melihat calon pemimpin kuat sebagai pengganti
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memerintah Indonesia 2014-2019.
"Betul, (investor) masih wait and see. Betul atau tidak sih, Joko Widodo (Jokowi) akan masuk
menjadi calon presiden atau lainnya. Karena belum jelas, investor belum berani
masuk masif," kata Lana di Bandung, Sabtu (22/2).
Berdasarkan data Bank Indonesia
(BI), dana asing yang masuk hingga saat ini mencapai US$ 1,7 miliar atau
sekitar Rp 15 triliun (ytd). Nilai tersebut sudah lebih tinggi dibanding 2013,
meski belum bisa menyamai rekor sebelumnya di 2013 yang bisa menembus US$ 2,3
miliar.
"Itu pun data hingga Mei 2013, setelah itu langsung
turun terus hingga US$ 3,5 miliar. Sepanjang 2013, dana investor asing yang
masuk ke domestik malah turun, bahkan menggerus jatah di 2012 dan 2011,"
katanya.
Lana menilai investor asing saat ini sudah mulai percaya
diri masuk meski masih menunggu hasil konfirmasi pemilu."Siapa yang akan
dicalonkan pada pemilu nanti. Saat ini hingga April, investor masih melihat
calon pemimpin masih by on rumour.
Namun rumor pak Jokowi (jadi presiden) bisa jadi efek positif (bagi
pasar)," katanya.
Dari data domestik, investor sudah melihat ada perbaikan
data perekonomian baik berupa pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah,
defisit anggaran, defisit transaksi berjalan hingga defisit neraca pembayaran.
"Namun mereka juga menunggu perbaikan data itu konsisten atau tidak ke
depan," katanya.
Data dari perekonomian global, Indonesia juga terkerek dari
perbaikan ekonomi AS, Eropa dan Jepang. Namun tidak dari perekonomian China
yang masih mendatar. "China paling penting buat pasar Indonesia karena
menjadi salah satu pasar ekspor kita. Biasanya kalau AS, Jepang dan Eropa sudah
bagus, China juga akan terbawa. Cuma ada jeda waktu saja," katanya.
Jika Jokowi bisa menjadi Presiden Indonesia di tahun ini,
Lana memprediksi rupiah akan menguat ke level di bawah Rp 11 ribu per dolar AS.
"Asumsi saya rupiah bisa Rp 10.800 per dolar AS di 2014. Ini akan
mendorong dana asing masuk," katanya.
Rupiah Menguat
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan
Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, perekonomian Indonesia di
kuartal I-2014 sudah mengalami kecenderungan menguat dengan ada penambahan dana
asing yang masuk ke domestik.
"Pasar sudah kelihatan, perusahaan yang punya dolar AS
sudah mulai melepas sehingga suplai dolar AS mulai bertambah. Ini positif. Ada
potensi rupiah terapresiasi," kata Juda.
Ia menilai dolar AS sudah melemah sebesar 6 persen sejak
awal tahun. Untuk menjaga stabilitas perekonomian, BI punya kebijakan menjadi
rupiah sesuai kondisi fundamentalnya. "Namun kami juga tidak ingin rupiah
terlalu kuat melebihi fundamentalnya, nanti malah mendorong impor,"
katanya.
Tahun ini, BI akan fokus menata defisit transaksi berjalan
serta mengelola kebijakan moneter dan makroprudensial. BI pun sudah menghitung
dampak kenaikan harga elpiji 12 kg, tarif dasar listrik untuk industri, upah
minimum provinsi hingga risiko bencana baik banjir maupun erupsi Gunung
Sinabung dan Gunung Kelud.
"Dampak itu sudah kita hitung, termasuk ke pemilu
nanti. Inflasi masih terjaga di level 4 plus minus 1 persen," katanya.