Rabu, 11 Juni 2008

TIM Dulu dan Kini

Semalam aku lapar banget & pingin merasakan makanan di sekitar Teater Ismail Marzuki daerah Cikini. Biasanya di sekitar area pintu masuk maupun di dalam akan ditemukan banyak makanan. Mulai dari beragam soto, seafood, nasi gila, nasi bebek & minuman aneka macam bisa kamu jajal mulai dari petang hingga dini hari. Biasanya mereka senang makan di tempat ini karena menjanjikan suasana kenyamanan sekaligus bisa lesehan (seperti angkringan di Jogja). Tapi, semalam nihil.

Aku mulai curiga, pihak TIM atau pemerintah daerah setempat menertibkan pedagang liar ini. Bisa juga pedagang makanan yang ada di sebelah dalam protes karena dagangan mereka tidak laku akibat pedagang makanan liar di pintu masuk & pintu luar. Tak mau berprasangka, semalam mobil satpol PP lengkap dengan petugasnya berjaga-jaga di depan area ini. Mungkinkan mereka direlokasi? atau bahkan diusir saja?


Sempat aku diskusi dengan temanku, bisa saja mereka diusir karena menjual minuman keras. Pasalnya, temanku ini pernah melihat ada pedagang di TIM yang menjual minuman keras tapi tidak langsung dengan botolnya. Pedagang ini memindahkan isi minuman ke dalam teko dan menuangnya ke dalam gelas. Pantas saja, mereka melayani seperti biasa (seperti menuang teh atau kopi). Biasanya anak muda yang nongkrong sambil mendendangkan gitar di sudut pintu keluar ini minum di situ. Ini masih praduga. Entah benar atau salah. Tapi bisa saja.


Jakarta, dengan segala kemajemukannya telah mendatangkan rejeki bagi kaum rural. Walau BBM naik, mereka tetap berupaya survive berjualan apa saja, yang penting bisa menghidupi anak & istri atau minimal bisa untuk biaya makan sendiri. Tapi kasihan juga bagi pedagang di TIM tersebut, walau sebenarnya makanan di sini tidak terlalu enak, mereka hanya melihat peluang ada tempat bagi anak muda atau dewasa untuk nongkrong. Kesempatan tersebut ditangkap dengan membuka warung tenda yang menyediakan makanan (biasa) dengan suasana nyaman tadi.


Bisa saja, dalam rangka ulang tahun ini Jakarta akan menertibkan pedagang liar yang ada di pinggir jalan. Termasuk pedagang koran atau penutup hidung dari polusi yang biasa menjajakannya dagangan di sekitar Tugu Tani. Pagi tadi, ada mobil satpol PP yang berjaga di depan lampu merah. Dan penjual koran sepi. Tak ada satu pedagang pun yang nongol di sana.
Trus kemana mereka berjualan??


Akankah pemda memberikan lahan berjualan bagi mereka?
Kalau di Bali, ada semacam lahan khusus Food Court ( di depan Pantai Kuta atau sekitar jalan Sunset Road) yang menyediakan beragam penjual makanan. So, bagi mereka yang ingin makan, ya memang harus ke sini. Bukan di pinggir jalan. Apalagi bagi mereka yang suka makan dengan membawa mobil pribadi, bisa memacetkan jalan.Jalanan kian sumpek.

Tidak ada komentar: