Minggu, 20 Januari 2008

Merawat Anak Sejak Dini di Rumah

Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak sejak kecil. Meski sesibuk apapun kondisi orang tua, pendidikan buah hati langsung dari orang tua akan sangat memengaruhi psikologi dan perkembangan mental anak saat usia dewasa.

Alit Setiari (27) sudah menyadari akan pentingnya sebuah pendidikan anak usia dini. Maka sedari kecil, Putu Cantika Ladysiari (1) yang menjadi putri semata wayangnya langsung diasuh sendiri tanpa bantuan pembantu atau baby sister.

Alit pun tak segan untuk stop dari pekerjaan dan secara penuh mengurus Cantika. Bagi warga asli Denpasar ini mengurus anak langsung dari buaian tangannya akan memberi kepuasan tersendiri dari pada diasuh oleh orang lain. “Saya takut kalau diasuh pembantu, baby sister, bahkan keluarga akan malah salah urus. Mereka kan sering ngobrol dengan tetangga, nanti malah diajari gossip lagi. Mau jadi apa anak saya nanti,” keluhnya yang diberi kewenangan penuh dari suami untuk mengurus putri tunggalnya.

Begitu juga dengan Anom Widiyanti (32) yang merawat Kalyani (2,5) dengan penuh senang hati. Setiap hari saat ada waktu luang, Bu Anom selalu menyempatkan diri meski hanya 15 menit sehari untuk bermain dengan anaknya. “Bermain dengan anak mulai dari bangun tidur hingga menjelang tidur malam sudah wajib saya lakukan demi perkembangan otak dan psikologinya. Hal tersebut akan meningkatkan kemampuan perkembangan syaraf motorik dan sensoriknya,” ujar Ibu satu putri yang menikah tahun 2003 ini.

Bagi yang bingung untuk mengajar anak sejak dini dari rumah sendiri bisa meniru konsep dari tempat penitipan anak atau baby school. Biasanya tempat tersebut memberikan program khusus bagi anak usia dini untuk memerolah pendidikan sesuai usianya.

Lanjut Anom, dalam usia dini (usia 0 hingga 5 tahun), balita sudah dapat menerima 93 jenis kemampuan dasar yang dapat dikelompokkan menjadi 10 kelompok. Ketrampilan dan konsep dasar tersebut adalah ketrampilan visual, mendengar dan konsentrasi, bahasa dan membaca, matematika dasar, manipulatif (motorik halus dan kasar), menolong diri sendiri, pengembangan, social dan emosi, posisi dan arah, warna, tekstur bahkan waktu.

Ketrampilan tersebut menjadi konsep dasar bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) yang harus dikuasai oleh orang tua baik yang sebelum menikah maupun setelah menikah. Banyak pasangan di Indonesia yang sama sekali mengabaikan konsep dasar tersebut. “Orang tua yang tidak memedulikan pendidikan anak secara pribadi akan berdampak pada psikologis dan perkembangan mental yang buruk di usia dewasanya,” jelas Anom yang memiliki Kalyani Baby School di jl. Kusuma Bangsa II/19 Denpasar.

Konsep yang disebut Early Learning Program (ELP) atau Cakrawala Pengetahuan Dasar (CPD) ini juga harus dilakukan bagi orang tua yang super sibuk. Tidak ada toleransi bagi professional untuk mengabaikan pendidikan anak dan lantas memberikan hak asuh pada pembantu, baby sister, keluarga bahkan tetangga. “Orang tua paling mengerti kebutuhan anak. Kalau sampai terjadi salah urus, yang paling disalahkan adalah yang mengurusnya. Orang tua harus sangat mengerti dalam memberikan sesuatu kepada anaknya, terutama masalah pendidikan. Hitam putih anak kan tergantung dari siapa pendidiknya,” lanjut Anom.

Anom juga mencontohkan, seorang Presiden Amerika sekelas Bill Clinton pun juga memberikan waktu luang di tengah kesibukannya mengurus negara untuk anak tercintanya. “Beliau menyempatkan waktu untuk membacakan cerita sebelum tidur pada anaknya,” ucap Anom yang sangat sedih terhadap budaya baca dongeng kepada anak yang mulai hilang kini.

Cara efektif untuk memberikan pengetahuan kepada anak adalah melalui buku. Konsep visual seperti alam, geografi, tubuh manusia, matematika, warna, alphabet, budi pekerti dan lain-lain bisa diberikan kepada anak sampai usia 12 tahun. Konsep tersebut juga bisa dipadukan dengan konsep audio visual baik melalui kaset, video maupun televisi. “Pemberian informasi melalui televisi hanya boleh dilakukan maksimal 2 jam per hari dan harus ditemani. Jika lebih banyak menonton, konsentrasi anak akan terganggu mulai usia 8 tahun ke atas,” tambahnya.

Buku, media audio, visual dan audio visual hanya menjadi sarana agar tumbuh kembang anak makin pesat. Untuk makin memaksimalkan otak di masa usianya, perlu juga bagi orang tua untuk mengajak rekreasi ke tempat yang memiliki nilai edukasi tinggi. Seperti ke kebun binatang, museum, taman budaya dan lain-lain. “Jangan biasakan anak pergi ke mall. Hal tersebut akan mengeset pikirannya menjadi perilaku konsumtif kelak ketika dewasa,” kata Anom yang memberikan tema Parents Know How ini.

Beda dengan Anom maupun Alit, Shifu Yonathan Purnomo (44) malah melarang anak didiknya dicekoki pelajaran apapun saat usia dini. Menurut penemu konsep Shuang Guan Qi Xia (SGQX) yang memadukan kemampuan otak kanan dan otak kiri ini saat anak usia dini harus diberikan lebih banyak waktu untuk bermain. “Semakin banyak waktu untuk bermain, berkeringat dan tidak merasa capek walau bermain seharian maka akan semakin bagus bagi perkembangan otak di masa dewasanya,” kata Shifu yang melakukan launching buku Rahasia Kecerdasan Otak di Toko Buku Gramedia Duta Plaza, Minggu (20/1).

Semakin banyak aktivitas bermain anak akan memberikan dampak bagi zat Meilin (zat daya ingat yang ada dalam otak) untuk terus berproduksi dan memberikan kecerdasan bagi anak di masa dewasanya. Zat yang hanya berproduksi hingga usia 12 tahun ini akan memberikan daya ingat dan memaksimalkan kemampuan otak dalam melakukan apapun hingga usia 100 tahun. “Hal inilah yang menyebabkan otak orang asing lebih cerdas daripada orang Asia (secara umum, terutama Indonesia). Karena orang asing cenderung memberi keleluasaan bagi anak untuk bermain sepuasnya tanpa memerhitungkan capek atau tidaknya,” tambahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar