Saya sangat tertarik dengan kalimatnya tersebut. Dan Bong Chandra sendiri pun mengakui bahwa dia juga bukan lulusan dari kampus terkemuka,apalagi lulusan dari luar negeri atas karirnya kini. Malahan cowok berusia 23 tahun ini drop out dari jurusan Desain Grafis Universitas Bina Nusantara.
Sebelum sukses seperti sekarang, Bong pun berjibaku dengan menempa diri untuk bekerja keras. Saat itu krisis 1998 yang membuat pabrik kue milik orang tuanya bangkrut. Bahkan rumahnya pun hampir dijual. Lepas dari cerita susahnya tersebut, Bong bertekad untuk bisa membangun kerajaan bisnis yang dibangun bersama istri tercintanya.
Untuk apa kuliah?
Pertanyaan itu lantas menggelayut pikiranku. Hingga usia saya yang kini 27 tahun justru hanya mengandalkan untuk menjadi kuli alias bekerja ke orang lain. Walau bukan lulus dari universitas terkemuka, setidaknya saya juga lulus meski tidak dengan Indeks Prestasi Kumulatif tinggi alias cum laude.
Namun setelah membaca timeline tersebut, saya menjadi iri bahkan bisa dibilang menyesal atas karir saya yang begini-begini saja atau penghasilan saya yang enggan bertambah. Ditambah lagi, timeline tersebut juga dibuktikan dari beberapa orang terkaya di dunia yang sukses tanpa melalui tahap bangku kuliah, bahkan maksimal hanya drop out saat kuliah.
Di antaranya adalah pemilik dan pendiri Microsoft Bill Gates yang keluar dari Harvard University. Atau Li Ka Shing (bisnisman Hongkong yang cabut dari sekolah saat berusia 12 tahun), Sheldon Adelsen (casino owner yang drop out dari City College of New York), Pendiri Oracle Larry Ellison yang juga keluar dari University of Illinois serta pengusaha minyak di Rusia Roman Abramovich.
Memang hingga saat ini belum ada survei khusus yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi akan sebanding dengan pekerjaan yang akan diraihnya. Namun mengutip pernyataan Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) Sofyan Djalil mengungkapkan bahwa pola pikir para sarjana umumnya berorientasi menjadi pegawai negeri atau karyawan swasta, padahal lapangan kerja baik di swasta dan negeri sangat terbatas dibanding angkatan kerja.
Artinya, pendidikan di Indonesia justru melahirkan para pencari kerja baru, bukan pencipta lapangan kerja.
Mantan Menteri BUMN tersebut juga menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang di Indonesia maka keinginan untuk menjadi wirausahawan semakin rendah.Nah? akhirnya mereka yang berpendidikan tinggi ini umumnya tidak mau `kotor-kotor` dan biasanya lebih pilih-pilih pekerjaan. Padahal, kalau mau menjadi wiraswasta, dia harus mau `kotor-kotor` lebih dahulu.
Berusaha Tidak Panik
Saya pikir lagi, sang Pencipta tentu memiliki maksud menciptakan makhluknya untuk melakukan kewajibannya masing-masing. Ada yang memilih untuk bekerja, berwirausaha atau memilih menjadi pengangguran. Loh..pengangguran kok pilihan?
Namanya hidup juga perlu usaha. Jika pasrah terhadap keadaan, maka kita hanya akan menerima apa yang kita kerjakan. Kita malas untuk mencari kerja, maka harus siap jadi pengangguran. Kita malas untuk menjadi pengusaha, juga harus siap disebut pengangguran. Intinya hidup ini adalah pilihan. Namun jangan lupa, Kita adalah PRESIDEN dari Perusahaan Pribadi kita. Jangan pernah berpikir kita bekerja untuk orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar