Selasa, 14 Juli 2015

Raup Untung Batik Bogor

IMG_20150608_153646585 (2)

Kunci sukses bisa memakai rumus ATM, yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Cara ini juga dilakukan Lisha Luthifiana Fajri (27) dalam berbisnis batik.

Biasanya batik selalu identik dengan kain khas Jawa. Namun seiring dorongan pemerintah menggaungkan batik, setiap daerah pun memiliki ciri khas dalam memproduksinya.

Berbekal bisnis warisan keluarga, ia kini menekuni bisnis tersebut. Awalnya, Siswaya, ayah Lisha asli dari Yogyakarta telah menggeluti usaha ini. Namun saat gempa Yogya pada 2006 memicu perajin batik kehilangan banyak pekerjaan.

Ayah Lisha yang sudah menetap di Bogor sejak 26 tahun lalu pun tergerak ikut menyelamatkan perajin di kota kelahirannya. Ia memboyong teknik membatik khas Yogya ke Bogor. Awalnya motif yang dipakai masih bercorak khas batik khas Jawa tersebut.

Namun lama kelamaan ia menemukan teknik membatik dengan corak yang lebih lokal, yaitu khas Bogor. Sang ayah pun mencampur corak batik khas Yogya dan Bogor. “Batik kami menggunakan teknik khas Yogyakarta yang kental dengan teknik tulis. Tapi motif kami mengedepankan ciri khas Bogor seperti talas, kijang, bunga bangkai, hujan gerimis dan banyak lagi. Kami tidak menggunakan corak bergaris khas Jawa Tengah,” kata Lisha.

Awalnya Lisha yang mulai mengikuti bisnis keluarga hanya bisa meneruskan apa yang telah dilakukan ayahnya. Motif batik yang diproduksi cenderung untuk pasar orang tua. Padahal remaja masa kini pun sudah menyukai jenis kain tradisional khas Nusantara tersebut.

IMG_20150608_144721919 (2)

Ia pun memodifikasi batik dan cenderung ke gaya anak muda masa kini. Ia pun mulai memproduksi kain batik untuk kemeja, kebaya, rok, dan blouse. Berbagai pernak-pernik seperti sandal, helm, dan mozaik pun dirancang memakai motif dan bahan batik.

“Cara ini akan lebih memasyarakatkan batik sebagai kain tradisional khas Indonesia. Kaum remaja akan lebih tertarik dengan tren masa kini. Kita juga harus mengikuti, asal tidak meninggalkan pakem batik yang ada,” katanya.

Untuk promosi, ia masih mengandalkan media sosial. Tapi ia juga dibantu pemerintah daerah terkait pameran. Hasilnya, Pusat Pelatihan Ekspor Impor (PPEI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) melirik potensi hingga produknya mampu dipamerkan di Thailand, China, Amerika Serikat (AS), Belanda, Jepang, dan Australia.

“Awalnya memang sulit memerkenalkan Batik Bogor karena terkesan untuk orang tua. Tapi kita buat terobosan untuk menembus pasar muda. Sekarang kita bersyukur sudah cukup terkenal,” ujarnya.

Ia mengaku produksi batik dalam setahun bisa 800 potong jenis cap, 48 potong jenis tulis, dan 1.500 potong jenis print. Batik Bogor dijual sekitar Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta tergantung kesulitan. Tapi pernak-pernik dipatok antara Rp 10 ribu hingga Rp 80 ribu. Omzetnya kini bisa mencapai Rp 200 juta per bulan.

IMG_20150608_144601950 (2)

Lestarikan Warisan Nenek Moyang

Keinginan mendirikan usaha batik tak melulu mengejar keuntungan. Namun ayah Lisha selalu berpesan agar menjaga kelestarian warisan nenek moyang meski hanya melalui batik.

Untuk melestarikannya, ia dan keluarga membina masyarakat Bogor yang mau belajar membatik. Ia mendirikan kelas membatik dengan biaya sekitar Rp 1,6 juta selama 1,5 bulan dan Rp 3,1 juta selama tiga bulan.

Masyarakat bisa mendaftar langsung ke lokasi workshop dengan mekanisme pertemuan yang dapat ditentukan sesuai kemampuan. “Sekarang kami sudah punya 30 peseta didik reguler. Perajin intens mendidik mereka supaya bisa berkarya dan membangun usaha mandiri,” ujarnya.

Ia juga menggelar kelas khusus rombongan dengan tarif terjangkau. Ia juga pernah menyelenggarakan kursus membatik pada kelompok PKK Angkatan Laut dan kunjungan studi dari berbagai macam universitas.

“Kelompok rombongan ini ramai disaat musim libur dan akhir pekan. Banyak wisatawan yang minta diajari membatik,” katanya.

Inisiatif tersebut terdorong dari aksi klaim batik dari negara tetangga. Ayah melihat negara lain telah memiliki kemampuan menyerap ilmu nenek moyang. Masalahnya, masyarakat Indonesia sendiri justru enggan belajar membatik.

“Transfer ilmu akan menjauhkan kita dari kehilangan warisan batik. Jangan sampai kita terpaksa membeli batik dari luar negeri,” ujarnya.

 

Profil:

Nama : Lisha Luthifiana Fajri

TTL : Bogor, 22 Juni 1988

Profil Usaha:

Alamat: Jl Jalak No 2 Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat.

Kontak: 081314110257

Media sosial: twitter: @batiktradisiku FB: Batik Bogor Tradisiku

Website: http://ift.tt/1DcAWr1



via didikpurwanto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar