Berwirausaha bisa dimulai dari hanya keisengan. Berani mencoba menjadi salah satu hal yang harus dilakukan demi meraih tujuan.
Begitu pula yang dilakukan Peter Krisbianto (33) yang semula hanya iseng mendesain kaus dan hanya dijual ke teman kampus. Tak disangka, kaus produksinya malah ramai peminat.
Semula, usaha yang didirikan sejak 2003 ini hanya untuk mencari penghasilan tambahan sambil menuntut ilmu di Universitas Trisakti. Namun, kaus yang didesain dengan merek Mindchies ini lantas berkembang dengan produk jaket, kemeja, celana, dan beragam aksesoris. “Awal jualan hanya buka gerai menggunakan bagasi mobil di kampus. Ternyata banyak mahasiswa yang minat dan membeli produk saya waktu itu,” kata Peter.
Saat masih kuliah hingga lulus, usaha kaus yang dilakoni belum dijalankan serius. Peter sempat bekerja sebagai asisten koki shushi pada sebuah restoran di Jakarta. Belum rampung satu tahun, ia sudah mengundurkan diri untuk memberi perhatian penuh pada Mindchies.
Alasan lebih memilih Mindchies karena penghasilannya lebih besar. Selama bekerja sebagai asisten koki, penghasilannya hanya Rp 2,5 juta per bulan. Tapi penghasilan dari jual kaus bisa mencapai Rp 4 juta per bulan.
“Sebetulnya, gaji saya sebagai asisten koki lumayan cukup. Tapi buat apa saya lama-lama bekerja sedangkan usaha kaus lebih menghasilkan,” tuturnya.
Keseriusan dibuktikan dengan menyewa sebuah ruko kecil sebagai outlet resmi. Pilihannya di Pamulang, Tangerang Selatan karena wilayah itu belum ramai distro. Terbukti lokasi yang dipilih membawa berkah melimpah. Bahkan, saat ini ruko tersebut justru sudah dibeli jadi milik pribadi.
Sejak membuka outlet, pendapatannya bisa mencapai Rp 40 juta per bulan dengan margin keuntungan sampai 70 persen. Padahal awal modal usaha hanya Rp 300 ribu. Seiring waktu berjalan, ia mampu memekerjakan satu karyawan distribusi, satu pendata, satu desainer, satu admin, dan tiga orang penjaga outlet. “Ternyata keseriusan ini membuahkan hasil menyenangkan. Usaha ini bukan hanya menghidupi saya secara pribadi, tapi juga karyawan yang bekerja,” tuturnya.
Segmen pelanggan Mindchies yaitu mahasiswa dan pekerja dengan rentang usia rata-rata 17-35 tahun. Harga produk Mindchies berkisar Rp 115 ribu sampai Rp 175 ribu untuk kaus. Jaket, kemeja, dan celana dipatok sekitar Rp 175 ribu sampai Rp 300 ribu. “Menentukan segmen pelanggan melalui klasifikasi usia dan pekerjaan sangat penting. Kita jadi bisa menentukan harga jual secara tepat,” ujarnya.
Terkait promosi, ia membuka stand di perhelatan pesta seni (pensi) sekolah-sekolah. Ketika pensi ramai, Mindchies sempat menawarkan sejumlah pakaian ke sejumah band di Pamulang, seperti Loonatic Racoon dan Looser Takes All. Bahkan sempat meluncurkan album musik kompilasi bersama band lain. Saat itu Mindchies betul-betul jadi wadah yang mendukung aspirasi musik lokal.
“Saat itu, strategi promosi saya memang gila-gilaan karena era internet belum masif seperti sekarang. Dari awalnya hanya jualan kaus ternyata jadi supporter utama komunitas musik lokal,” ujarnya.
Sempat Mati Suri
Menjalankan bisnis pasti ada pasang surut. Tidak setiap saat untung besar bisa diperoleh. Bahkan bisa jadi mengalami rugi berkepanjangan.
Pada 2010 semua distro di dalam negeri mengalami kemunduran penjualan. Saat itu masyarakat mulai meninggalkan belanja di distro. Secara masif produk distro tidak mengalami perkembangan baik secara desain maupun kualitas. “Bisa dibilang Mindchies juga sempat mengalami mati suri. Outlet tetap berdiri tapi tidak ada penjualan,” tuturnya.
Berbagai macam upaya membangkitkan penjualan terus dilakukan. Kunci utamanya membaca ulang selera masyarakat. Saat itu Mindchies lebih banyak memproduksi kaus sesuai pesanan dari pelanggan. Upaya lain yaitu gencar membuat karya kolaborasi dengan distro ternama yang masih bertahan seperti Storm Bridge (Bali) dan Tendencies (Tangerang Selatan). Produk kolektif lantas dijual di masing-masing outlet. Dari kerja sama itu masyarakat bisa melihat lagi produk yang lebih segar.
“Ternyata upaya ini berhasil membangkitkan bisnis distro. Pada 2012, Mindchies mampu memproduksi materi dan melakukan penjualan lagi,” ujarnya.
Ia menilai, sebagai entrepreneur tidak boleh berpikir menyerah dari setiap kegagalan. Pikiran itu akan membawa penyakit turunan yaitu malas. Padahal, malas merupakan musuh besar kesuksesan.
Pengusaha yang malas bisa dibilang tidak bertanggung jawab terhadap nasib karyawan. Padahal karyawan perlu biaya untuk hidup.
“Salah satu pikiran utama saya untuk bangkit dari keruntuhan yaitu nasib karyawan. Saya tidak mau mereka luntang-lantung cari kerjaan kalau Mindchies bangkrut,” katanya.
Seorang entrepreneur juga harus kreatif. Ia memberi contoh, baju tidak boleh lama tersimpan dalam gudang karena akan lapuk dan menimbulkan kerugian. Tapi harus ada inovasi untuk merombak baju itu. Misal jadi sprei ranjang tidur. “Kreatifitas salah satu kunci utama kesuksesan pengusaha. Tanpa modal itu, produk yang dihasilkan akan terus kalah saing,” tuturnya.
Profil:
Nama: Peter Krisbianto
TTL: Jakarta, 3 April 1981
Pendidikan: D3 Jurusan Tourisme di Universitas Trisakti
Hobi: Fotografi dan Kuliner
Nama usaha: Mindchies
Kontak Usaha: Instagram: Mindchiesstore
Email: mindchies@gmail.com
Kontak: 0818-658-741
via didikpurwanto.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar