"Sulit bicara independensi bagi jurnalis kalau perut keroncongan"
Begitulah
pemaparan dari Ketua AJI Denpasar Bambang Wiyono saat pemaparan hasil
survei standar upah layak minimum di depan pemimpin dan perwakilan media
massa di Bali, Rabu (29/10) di Renon Denpasar.
Memang
benar juga yang dikatakan beliau. Upah minimum jurnalis belum layak.
Bulan kemarin pun telah dirilis oleh Dewan Pers Pusat,upah kelayakan
bagi jurnalis media di Jakarta. Hasilnya cuma Bisnis Indonesia
(4.3juta), Kompas (4.2juta) dan Media Indonesia (2.9juta) yang memenuhi
upah minimum regional ibukota. Di luar itu, perusahaan masih menggaji
seenaknya dan di bawah standar.
Sehingga,
media yang seharusnya menegakkan independensi harus lebur atas
"pembayaran" itu. Independensi harus dibayar murah oleh amplop itu
akibat perusahaan tidak mau menggaji secara layak bagi karyawannya.
Akibatnya, di tengah kesulitan dan ada kesempatan itu, amplop tersebut
"terpaksa" diterima. Bener kata Gus Dur, Maju Tak Gentar, Membela Yang
Bayar.
Jadi,
jangan heran saat wartawan "harus" menerima amplop dari narasumber.
Mereka sebenarnya tidak ingin hal itu terjadi dan sudah melanggar kode
etik jurnalistik. Tapi, kondisilah yang membuatnya demikian. Di tengah
harga kebutuhan yang terus melambung, kebutuhan pribadi yang terus naik
tapi tidak diimbangi dengan pemasukan yang memadai. Jadi, jangan
menyalahkan wartawan yang harus kehilangan independensi. Sementara pihak
perusahaan sampai sekarang tidak menaikkan gaji.
Tadi
malam, aku bicara sama mbak Dini dan Mas Azhar dari Audio Visual di Hot
Dog Booth Carrefour Mangga Dua. Mereka berdua kini punya usaha
sambilan, majalah gratis dan situs online. Dia pernah cerita bahwa ada
temannya dulu di Tabloid Pulsa, namanya Tono, bunuh diri karena terbelit
hutang, sementara gaji tidak naik dan saat itu sedang jobless. Ditambah
lagi diputusin ama pacar. Akhirnya kematian tragis dengan gantung diri
itupun terjadi. Sempat juga menjadi headline beberapa harian ibukota.
Pihak Tabloid Pulsa pun tidak mau tahu dan bungkam saja.
Nah, akankah hal itu melanda jurnalis kita selanjutnya??
Tidak ada komentar:
Posting Komentar