Sudah
menjadi kewajiban bagi orang tua dalam menemani anak untuk belajar.
Proses pendampingan tersebut hanya memerlukan waktu sedikit namun
berkualitas.
Menurut
Anom Widiyanti (32), untuk memberikan pendampingan belajar, tidak ada
urusan perseorangan (ibu saja atau ayah saja). Namun bisa dilakukan
menurut kedekatan perasaan si anak, lebih nyaman belajar dengan siapa.
“Karena profesi, Ayah dan Ibu pun bisa bergantian untuk mengajari anak.
Waktu yang dibutuhkan pun relatif sedikit. Cukup 15 menit per hari.
Syukur kalau bisa lebih,” ujar Anom.
Waktu
pendampingan paling tepat adalah saat si anak sedang bahagia. Kegiatan
saat makan, minum susu atau mandi pun bisa disisipi dengan pelajaran
ringan seperti mengucapkan kata-kata benda, sapaan kepada orang, atau
bahkan candaan ringan. “Saat aktivitas tersebut bisa pula dibacakan
buku. Jangan takut buku akan basah. Saat kesenangan pada anak sedang
memuncak, anak bisa menyerap 50 kata per hari.
Saat
anak dibacakan buku, meski belum dapat mengingat secara pasti akan
berdampak pada proses belajar selanjutnya. Bagi Ni Made Swasti
Wulanyani, psikolog di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
mengatakan membaca sangat erat kaitannya dengan menulis. Jika sang anak
tidak gemar membaca, maka untuk melakukan aktivitas menulis pun sangat
susah. “Orang Indonesia tidak gemar menulis karena tidak memiliki
kegemaran membaca. Hal ini juga disebabkan kosakata yang dimiliki sejak
lahir sangat kurang,” terang Wulan yang melihat fenomena budaya
mendongeng hilang dalam pandangan orang tua.
Pendampingan
belajar pun tidak memerlukan tempat mewah atau dengan sarana memadai.
Cara efektif justru dapat dilakukan secara langsung di pangkuan ibu atau
orang tua yang paling dekat dengan anak. Proses belajar yang disebut
leap learning tersebut memungkinkan bagi anak tidak berlarian saat
belajar dan memungkinkan penyerapan proses belajar berjalan optimal.
Lanjut
Anom, leap learning juga sangat berarti bagi anak ketika sakit. Bukan
berarti saat sakit harus langsung diberikan pertolongan pertama ke
dokter atau langsung meminum obat, tapi ada langkah mujarab dan
sederhana yang bisa mengatasi sakit terssebut. “Caranya cukup sederhana
dan semua orang bisa melakukan. Cukup dekap si anak, belai dengan penuh
kasih sayang dan bacakan berita,” terang Anom yang merawat Kalyani,
putri semata wayangnya dengan cara tersebut sambil terus memberikan
banyak air putih.
Begitu
juga dengan masalah yang terjadi pada keluarga. Sang anak jangan sampai
melihat bahkan mendengar pertengkaran tersebut. Bagi Wulan, psikolog,
anak akan mudah menyerap informasi apapun yang terjadi di sekitarnya.
Termasuk dengan cek cok antar orang tua. “Masalah yang timbul pada
keluarga akan memengaruhi kondisi psikologis anak di saat kecil dan
dewasa,” kata Wulan yang menerangkan concentration disorder pada anak.
Metode Belajar
Metode
pendidikan anak usia dini (PAUD) yang disarankan pada balita (bayi di
bawah umur lima tahun) harus disesuaikan dengan umurnya. Meski belum
dapat membaca, sang anak harus dirangsang untuk senang dengan bacaan.
Buku dengan visual yang menarik dapat menjadi acuan dalam pendidikan
belajar anak balita, terutama bagi pasangan baru.
Misal,
belajar hitung-hitungan tidak langsung diberikan berupa kata-kata
mutlak seperti angka 1 hingga 10. Sang anak akan lebih tertarik pada
hitungan saat ditunjukkan gambar benda (buah, hewan, bunga, dsb) dengan
jumlah tertentu. Jumlah ini langsung mengacu pada angka. Kemudian
buku-buku bersifat tebakan (buku bersirip) yang dapat dibuka dan ditebak
sesuai gambar di depannya. Buku ilustrasi penuh warna juga akan
merangsang kreativitas anak juga akan merangsang kesadaran dengan
cerita. Saat membuka buku, orang tua bisa membacakan apapun di buku
tersebut sambil bercerita baik dongeng, cerita keluarga, dan lain-lain.
Bagi
Alit Setiari (27) pun tidak segan mengajarkan anak pelajaran yang
positif semampunya. Pelajaran bahasa Inggris langsung diucapkan kepada
anaknya meski kini belum genap berusia satu tahun. Saat usia anak di
bawah 10 tahun, kemampuan anak untuk menyerap lima bahasa mudah
dilakukan. Meski anak belum bisa mengucapkan secara pasti kosakata dalam
bahasa masing-masing, otak anak akan memprogram sesuai kemampuannya
nanti saat anak kembali belajar bahasa asing. “Saya ingin menanamkan
bahasa Inggris selain bahasa ibu (bahasa Indonesia) sehari-hari kepada
anak,” ujar Alit yang bersuamikan tukang masak di sebuah hotel di Bali.
Tambah
psikolog Wulan, di dalam otak ada sebuah tempat bernama Brocha Area
yang dapat menyimpan kemampuan berbahasa anak. Di atas usia 10 tahun,
area tersebut akan menutup. “Saat anak tidak diajarkan kebiasaan positif
di masa kecil, di usia dewasanya akan terjadi gangguan konsentrasi
(concentration disorder),” tambah Wulan.